TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana, khususnya pasal 284, 285, dan 292 KUHP tentang perzinaaan. Rita Hendrawaty Soebagio, selaku pemohon mengatakan perzinaan merupakan sebuah tindakan kriminal yang sudah dilakukan sejak lama. Sebab, hal itu sudah diatur dalam KUHP.
“KUHP memang harus kita pahami. Tolong jangan kemudian seolah-olah kami mengkriminalkan mereka,” kata Rita usai persidangan di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 23 Agustus 2016.
Tidak hanya itu, isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) pun bukan lagi kasus baru. Salah satu poin yang perlu diperhatikan, ujar Rita, adalah pencabulan yang dilakukan sesama jenis. Menurutnya, pencabulan sesama jenis termasuk dalam kategori tindakan kriminal.
Dalam pasal 284 KUHP menjelaskan zina sebagai perbuatan persetubuhan yang dilakukan laki-laki atau perempuan yang sudah menikah dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya.
Dalam gugatannya, Rita menekankan agar kata menikah dihapus dalam pasal itu. Sebab, persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang belum menikah pun termasuk zina.
Selain itu, dalam pasal KUHP tentang pemerkosaan pun hanya menjelaskan bahwa perbuatan itu dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Padahal, menurut Rita, pemerkosaan wanita terhadap wanita atau wanita terhadap laki-laki perlu dijelaskan dalam KUHP itu.
“Ini adalah sebagai bentuk preventif agar norma ini menjadi norma yang hidup di dalam masyarakat. Orang akan jadi hati-hati karena sebenarnya cabul sesama jenis itu enggak boleh,” ujar Rita.
Salah satu saksi ahli dari Universitas Indonesia, Hamid Chalid, menjelaskan permohonan pengujian fokus pada tataran norma. Ihwal penegakan hukum dan konsekuensi yang harus diterima oleh pelaku pencabulan, baik sesama jenis atau lawan jenis, diputuskan oleh hakim.
“Tujuan utama hukum bukan untuk menghukum, tapi menimbulkan rasa takut untuk berbuat. Kita harus mengatakan yang salah itu salah, yang benar itu benar. Soal bagaimana kita menegakkannya itu urusan kedua,” jelas Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Pengembangan dan Kerjasama Universitas Indonesia ini.
LANI DIANA | KUKUH