TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto bertemu dengan pengurus Badan Pengawasan Obat dan Makanan di Bogor, Senin, 22 Agustus 2016. Mereka menandatangani perjanjian kerja sama untuk mencegah peredaran obat dan makanan ilegal di masyarakat.
Ari mengatakan pencegahan peredaran makanan ilegal adalah salah satu fokus Polri dan BPOM. "Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana obat dan makanan ilegal harus dilaksanakan secara serius dan berkesinambungan," kata Ari melalui siaran pers, Senin, 22 Agustus.
Upaya ini, kata dia, demi melindungi masyarakat sekaligus menjaga perekonomian negara secara nasional dari bahaya obat dan makanan yang tidak layak dikonsumsi.
Data BPOM mencatat pada periode 2013-2015, obat palsu dan ilegal didominasi golongan disfungsi ereksi, antibiotik, antipiratik-analgetik, antihipertensi, dan antihistamin. Periode Januari-Juni 2016, BPOM telah mengidentifikasi 17 merek obat palsu yang didominasi golongan vaksin, anti-tetanus serum, serta obat disfungsi ereksi.
Ari menuturkan kerja sama antara Polri dan Badan POM dalam hal pendampingan baik teknis maupun taktis, berhasil mengungkap beberapa kasus. Misalnya, pengungkapan 33 produk pangan ilegal tanpa izin edar yang menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 33 miliar. Ribuan kemasan produk pangan ilegal itu kini telah menjadi sitaan BPOM. Penyelidikan atas masuknya barang makanan minuman ilegal ini langsung ditangani Polri.
Ada pula pengungkapan kasus vaksin palsu melalui pembentukan satuan tugas yang terdiri atas BPOM, Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, untuk menyelidiki dan mengevaluasi vaksin palsu mulai dari hilir hingga ke hulu.
"Peran BPOM dalam upaya memberantas tindak pidana obat dan makanan mesti mendapat dukungan dengan kesamaan persepsi hingga kewilayahan," kata Ari. "Polri akan meningkatkan lagi pengetahuan, kemampuan para penyidik khususnya mengenai perkembangan tindak pidana obat dan makanan secara berkelanjutan."
REZKI ALVIONITASARI