TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Boyamin Saiman mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo akhir pekan lalu. Boyamin mengajukan permohonan pencopotan M. Prasetyo dari jabatan Jaksa Agung karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Boyamin mengirim surat ini sebagai pemohon putusan judicial review Undang-Undang Grasi di Mahkamah Konstitusi. Boyamin juga adalah pengacara terpidana hukuman mati Su'ud Rusli.
"Saya menilai eksekusi hukuman mati kepada Freddy Budiman, Seck Osmane, dan Humprey Ejike tidak sah atau ilegal karena ketiga terpidana sedang mengajukan grasi dan belum mendapat penolakan," kata dia dalam suratnya itu. Menurut Boyamin, seharusnya kejaksaan menunda eksekusi mereka seperti halnya terpidana mati lainnya.
Akhir Juli lalu kejaksaan melaksanakan eksekusi mati jilid III di Nusakambangan, Jawa Tengah. Empat terpidana yang ditembak adalah Freddy Budiman, Seck Osmane, Humprey Ejike, dan Michael Titus.
Boyamin menganggap semua terpidana mati bisa mengajukan pengampunan atau grasi, meskipun sudah lewat satu tahun sejak putusan perkaranya berkekuatan hukum tetap. Dia mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan pasal pembatasan waktu pengajuan grasi.
Pada Jumat, 12 Agustus lalu, Jaksa Agung Prasetyo menyatakan putusan MK itu tidak berlaku surut. Jaksa Agung menegaskan Freddy dan terpidana lainnya tidak bisa lagi mengajukan grasi. "Jadi apalagi yang salah (dengan eksekusi mati jilid III)?" Kata dia di kantornya.
Boyamin kecewa atas pernyataan Prasetyo. Maka dari itu dia mengirim surat ke Jokowi. "Jaksa Agung tetap bersikukuh merasa tidak bersalah sehingga menurut kami tidak layak lagi menjabat Jaksa Agung RI."
Sebelum ke Jokowi, Boyamin sudah mengadu ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung, dan Ombudsman RI. Dia melaporkan jaksa eksekutor dan atasannya yang memerintahkan eksekusi mati jilid III.
"Dengan ngototnya JA tidak merasa bersalah maka satu-satunya opsi adalah meminta Presiden untuk mencopotnya," kata Boyamin dalam pesan WhatsApp, Selasa, 16 Agustus.
Jika tidak dicopot, kata Bonyamin, maka dampak hukum dan politik akan sangat membahayakan posisi Indonesia di mata internasional. "Tujuan pemberantasan narkoba malah kontraprodultif karena eksekusi jilid III yang tidak sah dan ilegal."
Surat bertanggal 13 Agustus itu diterima sekretariat negara pada 15 Agustus. Boyamin memperlihatkan bukti tanda terima melalui gambar WhatsApp. Ketika ditanya apakah sudah ada respon dari Istana? Dia menjawab, "Ya belumlah. Sakti bener aku kalau langsung ditanggapi," kata dia sambil mencantumkan ekspresi tertawa.
REZKI ALVIONITASARI