TEMPO.CO, Bandung - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menjawab kritikan dari eks Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda yang mengatakan dia tidak humanis karena lebih sering menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan warga.
Menurut Ridwan, setiap Senin, dia menjadi pembina upacara untuk mendekatkan diri pada rakyat. Setiap Rabu, ujar Ridwan, dia makan bareng dengan pegawai negeri sipil untuk mendekatkan diri dengan birokrasi.
BACA: Ayi Vivananda Tantang Ridwan Kamil
Adapun tiap malam Minggu, Wakil Wali Kota makan malam bersama warga miskin. "Saya bersepeda setiap hari berkeliling dan macam-macam. Kurang humanis apalagi?" ucap Ridwan Kamil di gedung DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi, Kota Bandung, Selasa, 16 Agustus 2016.
Ridwan juga menjawab kritikan Ayi yang mengatakan dia tidak menjunjung tinggi budaya Sunda lantaran terlalu banyak menamai taman-taman di Bandung dengan bahasa Inggris.
Ridwan berujar program Rabu Nyunda yang dia gagas adalah bentuk menjunjung bahasa dan budaya Sunda. "Ada Rabu Nyunda yang hadir di sekolah-sekolah untuk mewujudkan budaya Sunda yang kita kuatkan di sekolah dan kantor-kantor," tuturnya.
Ridwan menilai kritikan Ayi Vivananda kepadanya bentuk post power syndrome. Menurut dia, wajar jika Ayi menyerangnya dengan beragam argumen karena yang bersangkutan memang berniat untuk mencalonkan diri sebagai Wali Kota Bandung.
"Orang yang pernah menjadi wakil wali kota dan punya tujuan ingin jadi wali kota kan udah kebaca motivasinya, mencari alasan dan pembenaran supaya kembali berkuasa," ujarnya.
Sebelumnya, Ayi Vivananda mengaku tak gentar bersaing dengan Ridwan dalam pemilihan Wali Kota Bandung. Ayi pernah bersaing dengan Ridwan pada pilkada Bandung 2012 tapi kalah.
Ayi mengimbuhkan, pertimbangannya ingin kembali mencalonkan diri lantaran kecewa dengan kepemimpinan Ridwan yang dianggap kurang bersentuhan dengan masyarakat secara nyata. Menurut dia, pemerintah Ridwan terkesan kaku dan jauh dari masyarakat karena lebih banyak bertemu di media sosial.
"Ada sisi humanisme yang hilang. Keakraban antara pemerintah dengan masyarakat tidak terasa. Dulu masyarakat dan pemerintah seperti keluarga, kalau sekarang budayanya budaya formal," tutur politikus PDI Perjuangan itu.
Ayi melihat pembangunan fisik yang dilakukan Ridwan justru menghilangkan jati diri Sunda yang seharunya tertanam di Kota Bandung. Salah satunya adalah penggunaan bahasa asing dan serapan pada penamaan taman. Padahal, ucap dia, dengan adanya program Rabu Nyunda, penggunaan bahasa Sunda bisa diaplikasikan pada penamaan taman.
"Membangun peradaban di samping fisik dan infrastruktur, juga harus dibangun moralitas dan budaya. Menurut saya, Bandung itu sekarang niru Jakarta gayanya," tuturnya.
PUTRA PRIMA PERDANA