TEMPO.CO, Surabaya - Perusahaan minyak dan gas Lapindo Brantas Inc kembali merawat Sumur Wunut-4 (WNT-4) di Lapangan Wunut, Desa Wunut, Kecamatan Porong, Sidoarjo. Beberapa waktu lalu, perusahaan milik keluarga Bakrie itu merawat Sumur WNT-19.
"Pelaksanaan workover di Sumur WNT-19 berjalan lancar dan tidak ada insiden apa pun,” kata Vice President Corporate Public Relationship Lapindo Brantas Inc Hesti Armuwulan saat bertemu media di Surabaya, Senin, 15 Agustus 2016. Diharapkan, perawatan Sumur WNT-4 rampung dalam satu hingga dua pekan mendatang.
Hasil dari workover Sumur WNT-19, ucap Hesti, sumur yang hanya berjarak sekitar 1,5 kilometer dari pusat semburan lumpur, telah mengeluarkan minyak. "Saat ini sudah kami pasang pompa angguk," tuturnya. Minyak yang keluar dari sumur itu diprediksi sebanyak 50-100 barel per hari.
Selain merawat WNT-19 dan WNT-4, Lapindo akan merawat Sumur WNT-16 dalam waktu dekat. Rencananya, sumur di Desa Ciken, Kecamatan Tanggulangin, ini akan dirawat pada akhir Agustus 2016. Diharapkan dari sumur ini menghasilkan gas 2 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Hesti berharap perawatan sumur dapat kembali meningkatkan produksi gas, yang saat ini hanya 5 MMSCFD, minimal menjadi 30 MMSCFD. "Sebab, sebelum peristiwa semburan lumpur panas sepuluh tahun lalu, kami bisa memproduksi gas sampai 80 MMSCFD."
Lapindo Brantas Inc memiliki 26 sumur di Sidoarjo. Dengan rincian, 5 sumur di Lapangan Tanggulangin (TGA) dan 21 sumur di Lapangan Wunut (WNT). Namun yang masih aktif berproduksi hanya 14 sumur, yakni 3 sumur di Lapangan Tanggulangin dan 11 sumur di Lapangan Wunut.
Pada awal Januari lalu, Lapindo berencana mengebor sumur baru di Lapangan Tanggulangin, Desa Kedungbanteng. Namun rencana itu urung dilakukan setelah diprotes warga. Mereka trauma dengan lumpur panas yang hingga kini masih menyembur.
Adapun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tetap meminta Lapindo Brantas Inc melakukan kajian seismik ulang di Lapangan Tanggulangin. Hal itu diperlukan untuk memastikan keamanan rencana pengeboran dua sumur baru, TGA-1 dan TGA-2, di Desa Kedungbanteng.
Pemerintah sudah menugaskan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berkoordinasi dengan Lapindo untuk melakukan studi lagi. Studi ulang harus dilakukan karena studi seismik yang dimiliki Lapindo merupakan studi lama yang dilakukan sebelum tragedi semburan lumpur tahun 2006. Pemerintah perlu mengetahui kondisi bawah permukaan sekitar lokasi bakal pengeboran pasca-semburan. Syarat ini harus dipenuhi agar pemerintah bisa menentukan pemberian izin pengeboran.
NUR HADI