TEMPO.CO, Banten - Pemerintah Provinsi Banten memutuskan memangkas beberapa pos anggaran pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2017. Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Banten Nandi S Mulya mengatakan, penyusunan APBD 2017 yang sudah masuk tahap pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Nandy mengatakan, selain menggurangi atau menghapus honorarium, Pemprov Banten juga berencana mengurangi alokasi insentif pajak daerah atau yang biasa disebut upah pungut. Kebijakan-kebijakan tersebut rencananya akan berlaku pada APBD Banten tahun anggaran 2017.
"Belanja-belanja yang lain harus disesuaikan yaitu menghilangkan (menghapus) honorarium tim internal, mengurangi frekuensi honorarium tim terkoordinasi, dan mengurangi alokasi insentif pajak daerah (upah pungut-red)," ujar Nandy Jum’at, 12 Agustus 2016.
Nandy menjelaskan, penyusunan APBD Banten 2017 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena disertai kebijakan-kebijakan lokal yang diharapkan dapat membuat pelaksanaan pembangunan di lingkungan pemprov lebih efektif dan efisien.
"Selain itu, kita berencana mengurangi alokasi belanja perjalanan dinas, belanja sewa, belanja makanan dan minuman belanja jasa konsultasi/tenaga ahli, belanja ATK, belanja kursus dan uang saku. Ini harus menjadi perhatian serius dalam upaya mengedepankan prinsip-prinsip anggaran yang transparan, akuntabel, disiplin, berkeadilan, efektif, dan efisien,” kata Nandy.
Ketua Harian Badan Anggaran (Banang) DPRD Banten Budi Prajogo meminta Pemprov Banten berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Budi tidak ingin adanya pengurangan insentif tersebut justru menurunkan pendapat daerah, lantaran kinerja pegawai melemah.
Menurut Budi, Pemprov dan DPRD memang sepakat melakukan efisiensi anggaran, terutama biaya pegawai yang terkait dengan belanja langsung. Namun, Budi ingin ada pembahasan lebih lanjut dengan DPPKD agar DPRD tahu alasan kebijakan tersebut. "Ini harus dikaji lagi seperti apa. Jadi jangan kita kejar efesiensi anggaran, tapi malah pendapatnya jadi turun akibat kebijakan itu sendiri," ujar Budi.
Sementar itu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meminta pemerintah mengurungkan rencana menahan dana transfer untuk daerah. Aher, sapaan Ahmad Heryawan, mengatakan, sudah mengutus Biro Keuangan untuk meminta kepastian rencana pemerintah menahan dana transfer daerah. “Kalau dana transfer itu ditahan, bahaya juga, gaji dari mana nnati. Sementara semua dana sudah dialokasikan ke anggaran-anggaran belanja, jadi dana yang berasal dari transfer, dari bagi hasil, dan PAD (pendapatan asli daerah) Jawa Barat itu seluruhnya sudah gabung jadi satu APBD dan semuanya masuk dalam kerangka anggaran,” kata dia.
Menurut Aher, risiko penahanan dana transfer itu yang terberat adalah daerah tidak bisa membiayai proyek tender yang sudah beres dikerjakan. “Nanti ada pekerjaan selesai, gak bisa dibayar nanti,” kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan, rencana pemerintah yang akan memotong dana perimbangan untuk daerah menunda pembahasan APBD Perubahan. Pemotongan dana transfer yang merupakan komponen pendapatan itu biasanya dicantumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
WASIUL ULUM | AHMAD FIKRI