TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membenarkan adanya bentrokan antara Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) dan kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan. Dalam bentrokan saat negosiasi pembebasan sandera warga negara Indonesia tersebut, terdapat empat anggota militan Abu Sayyaf yang tewas.
“Soal penyanderaan, itu Presiden (Rodrigo) Duterte kerja sama dengan MNLF, sudah mengadakan pembersihan. Saya ucapkan terima kasih,” ujar Gatot kepada Tempo di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Agustus 2016.
Gatot pun membenarkan informasi bahwa salah satu yang tewas adalah Jennor Lahab alias Jim “Dragon”, yang terlibat dalam penculikan 10 WNI pada Maret 2016. “Informasi terakhir, iya itu Dragon yang dulu juga sempat mengeksekusi warga Kanada. Dia dan tiga lagi sudah tertembak mati.”
Dilansir dari laman Inquirer pada 9 Agustus lalu, jenazah keempat orang tersebut dibawa ke perkampungan Punjungan, untuk kemudian diserahkan kepada keluarga masing-masing. Dalam kontak senjata di Pulau Jolo, tim MNLF dipimpin Nur Misuari, tokoh yang berperan dalam pembebasan WNI dalam kasus sebelumnya.
Gatot mengatakan pihaknya mendukung upaya pembebasan sandera lewat suplai informasi intelijen. “Jadi, saya siapkan semuanya, operasi intelijen. Bantu intelijen Filipina adakan pembersihan (kelompok radikal).”
Indonesia tengah menghadapi sejumlah kasus penyanderaan. Selain penyanderaan tujuh WNI awak kapal Charles 001 dari Samarinda yang terjadi pada 21 Juni, ada pula tiga WNI awak kapal ikan berbendera Malaysia yang diculik pada 8 Juli. Seluruh sandera terpantau berada di wilayah perairan Sulu, dalam kondisi selamat, meski beberapa sempat diberitakan sakit.
Rentetan kasus penyanderaan di Filipina mendorong presiden Filipina Rodgrido Duterte untuk mengadakan pembasmian aksi kriminal, baik yang berhubungan dengan penculikan di laut maupun kasus narkoba.
YOHANES PASKALIS | INQUIRER | THE PHILIPPINE STAR