TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengungkapkan, draf Peraturan Mahkamah Agung (MA), yang berisi jerat hukum bagi korporasi, bakal rampung pada Agustus ini. Laode M. Syarif, sebagai Ketua Tim perwakilan KPK yang membahas draf ini, mengatakan aturan tersebut tinggal menunggu teken dari Hatta Ali, Ketua Mahkamah Agung.
"Draf sudah 90 persen, jadi tinggal menunggu rapat terakhir. Mudah-mudahan Ketua MA siap menandatangani. Kalau sudah, Insya Allah, bisa menjadi pedoman untuk menjerat korporasi," kata Laode di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu, 10 Agustus 2016.
Laode, di Samarinda, menjadi keynote speaker rapat koordinasi supervisi pencegahan korupsi. Pemerintah daerah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali turut hadir sebagai pihak yang sudah menerapkan e-planning.
Soal draf MA yang sudah memasuki babak akhir ini, menurut Laode, bisa dijadikan patokan bagi aparat penegak hukum. Sampai saat ini masih terjadi beda persepsi soal korporasi yang terjerat masalah pidana, terutama lingkungan dan korupsi. Umumnya, pengurus atau penanggung jawabnya saja yang bisa dijerat.
"Dalam draf MA itu nanti terjawab. Jadi bukan hanya efek jera, tapi menuntut tanggung jawab korporasinya," ujarnya.
Menurut dia, Peraturan Mahkamah Agung sama sekali tak meminggirkan peraturan di atasnya, seperti undang-undang. "Peraturan ini memudahkan hukum acara supaya ada patokanya. Itu diatur dalam Peraturan MA ini," ucapnya.
Draf ini diputuskan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung yang diwakili jaksa muda pidana khusus serta pihak kepolisian. "Jadi ini hanya soal acara hukum pidananya, bukan materinya," tuturnya.
Menurut dia, korupsi sudah punya aturan sendiri. Bahkan perilaku suap sudah banyak yang ditangani KPK. Terakhir, KPK merilis 90 persen kasus korupsi yang ditangani melibatkan birokrasi dan korporasi. "Kalau soal suap sudah dari dulu. Kalau suap ya ditangkap. Sekarang, suap itu adalah kebijakan direksi. Jadi tunggulah, sabar," kata Laode.
FIRMAN HIDAYAT