TEMPO.CO, Jakarta - Air mata Marudut tak terbendung saat majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mencecarnya dengan pertanyaan berulang-ulang. Masalah yang ditanyakan hakim berkaitan dengan Tujuannya menerima uang Rp 2,5 miliar dari PT Brantas Abipraya (Persero).
Jaksa penuntut umum KPK juga menanyakan pertanyaan serupa kepada Direktur Utama PT Basuki Rahmat Putra itu saat bersaksi dalam kasus suap kepada pejabat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta di pengadilan, Rabu, 10 Agustus 2015. Mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari majelis hakim dan jaksa, Marudut menangis sesenggukan.
Marudut mengatakan uang Rp 2,5 miliar yang diterimanya dari Dandung Pamularno, Manajer Senior Pemasaran PT Brantas Abipraya, akan dibawa ke kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
"Saya sudah berulang kali bilang, sejak saya ditangkap, saya ditanya mau ke mana? Saya jawab mau ke kantor," kata Marudut menjawab pertanyaan hakim ketua, Yohanes Priyatna, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 10 Agustus 2016. Suara Marudut bergetar. Ia terisak-isak.
Dalam persidangan kali ini, Marudut jadi saksi untuk dua terdakwa, yakni Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya, Sudi Wantoko, serta Dandung Pamularno. Keduanya didakwa menyuap pejabat di Kejaksaan Tinggi Jakarta terkait dengan perkara dugaan korupsi yang sedang diusut kejaksaan.
Kasus ini terungkap saat KPK menangkap Marudut, Sudi Wantoko, dan Dandung Pamularno di basement Kotel Best Western, Cawang, Jakarta Selatan, Kamis, 31 Maret 2016. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap kepada pejabat kejaksaan.
Kejati DKI tengah mengusut kasus dugaan korupsi PT Brantas hingga menimbulkan kerugian negara Rp 7 miliar. Dalam surat yang dikeluarkan kejaksaan, proses pengusutan kasus PT Brantas sudah sampai di tahap penyidikan. Direktur Keuangan PT Brantas Sudi Wantoko ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan Dandung meminta tolong kepada Marudut untuk melobi Kepala Kejaksaan Tinggi Sudung Situmorang. Sebab, Marudut kenal dekat Sudung Situmorang. Sebagai biaya operasional untuk menghentikan proses penyelidikan, Dandung diminta Marudut menyiapkan uang Rp 2,5 miliar.
Sejak dimulainya sidang pada Rabu siang hingga malam ini, majelis hakim dan jaksa terus mengulang pertanyaan soal uang dugaan suap tersebut. Majelis hakim belum puas dengan jawaban Marudut karena dinilai tak masuk akal. "Kenapa saudara enggak langsung serahkan? Nanti kalau kecelakaan di tengah jalan gimana?" kata hakim dengan nada bertanya kepada Marudut.
Marudut mengatakan belum ada deal dengan Kajati soal uang dari PT Brantas itu. Karena itu, ia berencana menyimpan uang tersebut di kantornya. "Kalau belum ada deal, kenapa meminta untuk disiapkan uang?" tutur hakim kepada Marudut.
Hakim lantas mencecar Marudut soal telepon dari Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI, Tomo Sitepu. Dalam percakapan di telepon itu, Tomo bertanya kepada Marudut apakah dia jadi datang ke Kejati DKI. Telepon itu berdering sesaat setelah Marudut dicokok penyidik KPK.
"Tomo bilang mau ke luar. Jadi saya jawab nanti kalau abang di kantor, saya ke sana," kata Marudut. Lalu hakim bertanya lagi. "Kenapa kok enggak bilang saudara ditangkap?" kata hakim kepada Marudut dengan nada tinggi.
Karena berkali-kali dicecar pertanyaan yang sama, Marudut akhirnya mengaku akan memberi uang itu ke Kejaksaan. Setelah mendapatkan duit itu, ia berencana menemui Asisten Tindak Pidana Khusus Tomo Sitepu. "Kedatangan saya awalnya konsultasi. Kalau sudah selesai, saya akan menyerahkan duit," ucap Marudut, yang masih terisak-isak.
Melihat Marudut menangis, suara hakim melunak. Lalu hakim meminta Marudut menjawab dengan tenang. "Saudara ini jawab saja, kan sudah disumpah. Saudara boleh bohong, boleh jujur, terserah saudara. Enggak usah emosional," ucap hakim.
MAYA AYU PUSPITASARI