TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan, untuk mempercepat penyerapan anggaran dari suatu instansi, kebijakan diskresi bukan langkah yang baik. “Kalau mengatasi itu (penyerapan anggaran), harus dibangun sistemnya,” kata Agus di Lembaga Administrasi Negara, Rabu, 10 Agustus 2016.
Kebijakan diskresi hanya bisa dilakukan apabila ada instrumen berupa peraturan. Menurut Agus, kebijakan diskresi hanya bisa dilakukan apabila ada kondisi yang mendesak. Agus mencontohkan polisi yang mengatur lalu lintas. Seorang polisi bisa membolehkan pengendara kendaraan untuk tetap melaju meski lampu lalu lintas tengah menyala merah apabila dalam kondisi mendesak dan bermanfaat untuk kepentingan umum.
Pendapatnya ini, kata Agus, telah disampaikan ke Istana. Saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Agus mengusulkan perlunya pembangunan sistem mempercepat penyerapan anggaran. Indonesia tidak masalah meniru sistem yang sudah berjalan di negara lain untuk mempercepat penyerapan anggaran.
Baca: Kebijakan Diskresi Gubernur Ahok Soal Reklamasi Penuh Kontroversi
Misalnya mengadopsi sistem yang diterapkan di Amerika Serikat. Agus mengatakan anggaran di negara itu mulai berjalan pada Oktober untuk anggaran tahun selanjutnya. Penyusunan anggarannya pun, kata dia, sangat detail. “Detailnya bukan main, sampai peluru yang dibawa Amerika ke Irak berapa, diuraikan,” kata dia.
Menurut Agus, sistem anggaran di Amerika bisa diketahui tidak hanya oleh lembaga legislatif, tapi juga rakyat. Ia menilai transparansi yang dilakukan oleh Amerika perlu ditiru Indonesia. Tujuannya adalah rakyat bisa ikut mengawasi penggunaan anggaran dari setiap instansi, sehingga pengawasan bisa dilakukan dari perencanaan anggaran. “E-budgeting, detail transparan langsung disambungkan dengan e-project monitoring-nya,” kata dia.
Kebijakan diskresi salah satunya dikeluarkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta, khususnya untuk Pulau G. Proyek yang dikenal dengan nama Pluit City ini milik perusahaan properti besar Podomoro Land. Menurut Ahok, proyek pengurang kontribusi tambahan itu memakai diskresinya sebagai gubernur karena, waktu diputuskan pada 2014, belum ada dasar hukumnya.
DANANG FIRMANTO