TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menilai Indonesia perlu meniru sistem pencegahan dan pemberantasan korupsi di Singapura. Menurut dia, Singapura telah memiliki lembaga antikorupsi Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), yang dibentuk pada 1967.
“Hampir lima puluh tahun, yang ditangani bukan hanya masalah pemerintahan,” kata Agus di Lembaga Administrasi Negara, Rabu, 10 Agustus 2016.
Menurut Agus, pemberantasan korupsi harus dilakukan dari lini yang paling rendah. Ia menuturkan, di Singapura, nilai 10 dolar pun bisa diperkarakan korupsi dalam kasus suap. Menurut dia, kewenangan KPK masih terbatas. Misalnya untuk menyasar potensi sektor perbankan.
Agus mencontohkan, di Singapura, melalui CPIB, sogokan di sektor perbankan bisa menjadi perkara korupsi. “Kalau di Singapura, kredit bank yang nyogok bisa kena. Namun, di Indonesia, KPK belum bisa menyasar sektor tersebut," ujarnya.
Agus mengimbuhkan, di Singapura, 90 persen korupsi terjadi di sektor swasta yang ditangani CPIB. Sedangkan di Hong Kong sudah 80 persen dan Malaysia 50 persen korupsi terjadi di sektor swasta. Di Indonesia, mayoritas korupsi terjadi di sektor pemerintahan.
Agus berujar Indonesia perlu mengubah pendekatan pencegahan korupsi. Bukan hanya dalam kasus besar, perkara kecil pun bisa mulai dicegah apabila terjadi potensi korupsi. Sistem pelaporan juga perlu dibangun sehingga, jika terjadi upaya penyuapan, bisa segera dilaporkan secara cepat.
Agus mengatakan pihaknya telah menginisiasi aplikasi untuk mencegah potensi korupsi. Misalnya Jaga Sekolahku, Jaga Rumah Sakitku, dan Jaga Perizinanku. Tujuannya menciptakan transparansi dan mencegah potensi korupsi. Seperti pada aplikasi Jaga Perizinanku, adanya transparansi perihal berapa lama izin diurus dan sejauh mana tahapan perizinan.
DANANG FIRMANTO