TEMPO.CO, Surabaya – Pakar komunikasi politik meminta agar semua pihak memberi kesempatan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, mempertimbangkan beragam pendapat soal pencalonannya. Baik yang menginginkan Risma—panggilan akrabnya—untuk maju ke Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta, maupun yang menolaknya.
“Bu Risma sekarang sedang berada dalam proses komunikasi intrapersonal, mempertimbangkan berbagai ekspektasi publik atau memenuhi panggilan tugas,” ujar pakar komunikasi politik Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo, saat dihubungi Tempo, Senin, 8 Agustus 2016.
Menurut dia, tarik-menarik antara Jacklovers dan warga Surabaya dalam pencalonan Risma menunjukkan bahwa perempuan 54 tahun itu memiliki pesona politik luar biasa. Dalam perspektif komunikasi politik, kata Suko, ia punya kesan yang baik sebagai seorang pemimpin. “Ia seakan menggeser kekuatan partai politik.”
Suko berpendapat, politikus di tingkat elit sedang melancarkan test the water alias adalah memancing reaksi publik sebelum mengeluarkan keputusan. Hal ini sekaligus menjadi perhitungan atau analisis politik berbagai pihak. Partai politik akan memperhitungkan, apakah Risma lebih berpeluang menang jika berangkat ke Jakarta.
Tetapi jika dirasa kurang aman, maka Risma bakal tetap di Surabaya. “Semua bergantung Bu Risma sendiri. Beri kesempatan Bu Risma untuk menetapkan pilihannya,” tutur dia.
Untuk itu, Risma dinilai memiliki hak untuk menentukan untung dan ruginya apabila bersedia dicalonkan maju ke DKI-1. Risikonya jika sukses menjadi gubernur, karirnya kian menanjak. Namun jika tidak, ia bakal kehilangan jabatan sebagai Wali Kota Surabaya.
Sebaliknya, Suko memberi catatan bagi kelompok-kelompok yang mendesak Risma berangkat ke Pilgub Jakarta. “Mereka harus memberikan jaminan penuh implikasi atas niatnya, sehingga Bu Risma tidak merasa ‘dikorbankan’," ucapnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA