TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane, mendesak pihak Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian Resor Kota Makassar meminta maaf kepada warga. Kedua instansi itu terlibat keributan yang berbuntut pada tewasnya salah satu anggota Kepolisian Resor Kota Makassar dinihari tadi.
"Bagaimana bisa aparatur yang seharusnya menjaga keamanan malah bentrokan dan membuat gangguan keamanan bagi masyarakat," katanya dalam siaran persnya, Ahad, 7 Agustus 2016.
Tak hanya meminta maaf, Neta meminta provokator kerusuhan pun harus segera diusut dan ditangkap. Kerusuhan antardua lembaga ini, kata dia, lebih memalukan daripada bentrokan berdasarkan SARA di Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Neta menilai provokator bentrokan di Makassar ini tidak hanya meresahkan masyarakat tapi juga sudah berhasil mengadu domba aparatur keamanan. Padahal, sesama aparatur harus bisa menahan diri dan melakukan dialog jika ada masalah.
Yang terjadi, kedua instansi justru mengedepankan arogansi dan melakukan bentrokan massal yang merugikan banyak pihak.
"Polri jangan berdalih bentrokan ini spontanitas karena durasinya sangat panjang dan diduga bentrokan ini sudah dirancang, sehingga provokatornya harus segera ditangkap," ujar Neta.
Keributan pecah pada Ahad, dinihari, 7 Agustus 2016. Akibatnya, satu polisi bernama Brigadir Dua Michael Abraham Reiuwpassa tewas setelah mendapat luka tikam benda tajam di tubuhnya.
Dugaan awal penyebab keributan diawali insiden pengeroyokan dua anggota polisi oleh Satpol PP di Anjungan Pantai Losari. Tak terima, anggota Polresta Makassar membalas dendam dan berujung pada bentrok.
EGI ADYATAMA