TEMPO.CO, Jakarta - Kerabat Puro Pakualaman mengaku kaget atas besarnya nilai appraisal tanah adat Pakualaman Ground yang dipakai untuk lahan pembangunan Bandara Kulon Progo. Meski begitu, mereka tak akan memprotes.
"Kami enggak akan protes dengan berapa pun nilai tanah itu, karena kami sejak awal mendukung pembangunan bandara itu," ujar Ketua Trah Pakualaman “Hudyana” Kanjeng Pangeran Hario Kusumoparastho kepada Tempo, Sabtu, 7 Agustus 2016.
Badan Pertanahan Nasional DIY sebelumnya menyebutkan bahwa Puro Pakualaman selaku pemilik tanah adat tersebut akan mendapat uang sebesar Rp 727 miliar dari total Rp 4,1 triliun dana yang disiapkan PT Angkasa Pura I untuk membebaskan lahan Bandara Kulon Progo. Tanah Pakualaman yang terpakai untuk bandara sebanyak 160 hektare dari total luas lahan bandara 537 hektare.
Kusumo mengaku belum mendapat kabar dari pihak BPN dan Angkasa Pura. "Sejak awal, kami pun tak pernah ikut menentukan harga bidang tanah yang dipakai, semua kerja tim appraisal dari BPN," ujarnya. Mengenai jumlah tersebut, ia menilai cukup. "Enggaklah kalau terlalu sedikit, niat kami membantu pembangunan bandara sejak awal."
Dana itu, menurut Kusumo, nantinya akan dikelola oleh tim khusus untuk pengelolaan kas kadipaten. "Enggak mungkin masuk ke kantong pribadi raja semua, yo mblenger," katanya.
Pihak Puro Pakualaman, kata Kusumo, selama ini hanya memiliki tanah adat di Kulon Progo dan sebagian kecil di Kota Yogya. Luas totalnya sekitar 600 hektare. Dengan penggunaan lahan untuk bandara itu, Puro masih memiliki kurang lebih 450 hektare tanah adat lain. "Kami tak punya tanah adat di Sleman, Bantul, Gunungkidul, hanya Kulon Progo dan Kota Yogya," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO
Baca Juga:
Ini Alasan Mahasiswi Bandung Memproduksi Camilan 'Bikini'
Jawaban Megawati Saat Ditanya Risma ke Pilkada Jakarta