TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menyelidiki peristiwa pembakaran dan perusakan sejumlah tempat ibadah di Kota Tanjungbalai dan peristiwa amuk massa dan kekerasan aparat di Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Kedua konflik terjadi di Sumatera Utara.
“Kesimpulan hasil penyelidikan akan diumumkan minggu depan,” ucap komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, dalam keterangan tertulis, Jumat, 5 Agustus 2016.
Sebelum hasil penyelidikan diumumkan, Komnas HAM meminta jaminan kepastian hukum kepada Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Natalius mengatakan semua pihak yang terlibat harus dijamin dengan hukum yang tidak diskriminatif dan imparsial serta memenuhi rasa keadilan.
Natalius berujar, pihak kepolisian juga harus memastikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat di Desa Lingga dan Kota Tanjungbalai dari rasa ketakutan pascaperistiwa. “Komnas HAM juga meminta Kapolres Kabupaten Karo ditarik ke Polda Sumatera Utara untuk sementara waktu,” ujar Natalius.
Kerusuhan di Kota Tanjungbalai terjadi pada 29-30 Juli 2016. Massa membakar dua vihara dan lima klenteng karena tersulut kesalahpahaman informasi di media sosial. Pesan berantai lewat media sosial menyebutkan masjid dilarang mengumandangkan azan.
Sedangkan kerusuhan di Desa Lingga terjadi pada 29 Juli 2016. Kerusuhan bermula saat warga Desa Lingga menolak pembangunan tempat relokasi mandiri bagi 1.683 keluarga korban erupsi Gunung Sinabung di Desa Lingga.
Pihak pengembang memasang pagar pembatas dan mengklaim lahan tersebut merupakan jalan potong menuju Desa Lingga. Namun, tak lama kemudian, pengembang membongkarnya dengan alat berat. Warga yang geram melihatnya membakar alat berat tersebut dan tenda pos polisi.
VINDRY FLORENTIN