TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di masa lalu tak berubah meskipun Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan berganti dari Luhut Binsar Pandjaitan ke Wiranto.
Prasetyo menuturkan masalah tersebut sudah dia bahas bersama Menkopolhukam baru. "Kemarin saya rapat di Kemenkopolhukam soal kasus (pelanggaran) HAM. Hari ini lagi dirumuskan," ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jumat, 5 Agustus 2016.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu masih tarik-ulur. Pemerintah bersikukuh bahwa tujuh perkara pelanggaran HAM ditangani dengan pendekatan nonyudisial dengan alasan sulit mencari bukti. Namun, di satu sisi, aktivis HAM menganggap langkah nonyudisial akan menyebabkan impunitas.
Kejaksaan Agung, Komnas HAM, dan Kemenkopolhukam menjadi pihak yang diserahi tanggung jawab oleh Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah itu. Sejumlah rapat sudah mereka lakukan untuk menindaklanjuti mandeknya penanganan kasus HAM berat di masa lalu, seperti peristiwa 65 maupun insiden Wamena-Wasior.
Prasetyo berujar, pendekatan penanganan yang akan diambil kemungkinan masih sama seperti era Luhut, yaitu nonyudisial. Selama ini, pendekatan nonyudisial yang dirujuk Kejaksaan Agung dan Kemenkopolhukam adalah rekonsiliasi. "Nanti formulanya seperti apa, kami akan cari bentuk terbaik. Alhamdullilah, sudah ada kesamaan pandangan," ujarnya.
Prasetyo tidak menutup kemungkinan penyelesaian kasus itu menggunakan pendekatan yudisial. Namun, dia ragu Komnas HAM dapat menemukan bukti baru untuk menaikkan perkara HAM ke penyidikan. "Faktanya, kasus itu sudah lama. Siapa pun akan sulit mendapatkan bukti baru," ucapnya.
ISTMAN M.P.