TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengungkapkan bahwa patroli bersama tiga negara di perairan Malaysia, Filipina, dan Indonesia masih belum bisa dijalankan. Ia beralasan bahwa standar operasinya belum siap.
"Harus sesuai prosedur sehingga nanti akan memberikan keuntungan bersama, menetralisasi sumber-sumber yang mencoba mengganggu pelayaran nelayan," ujar Wiranto di tengah acara pengarahan Tim Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2016.
Sebagaimana diketahui, Filipina, Malaysia, dan Indonesia menandatangani perjanjian trilateral pada Mei lalu terkait dengan pengamanan kawasan maritim masing-masing negara dari serangan pembajak atau teroris. Hal itu sebagai tindak lanjut atas penyanderaan sejumlah WNI di perairan Filipina dan Malaysia oleh jaringan teroris Abu Sayyaf.
Draf awal SOP untuk kegiatan pengamanan tersebut sudah dirumuskan pada Juli lalu. Namun belum ada kesepakatan pada beberapa poin, seperti masalah batas koridor patroli, penempatan tentara di dalam kapal niaga, dan bentuk koordinasi terkait dengan informasi intelijen.
Wiranto menambahkan bahwa SOP itu harus benar-benar bagus agar tidak timbul kesalahpahaman dalam aplikasinya. Apalagi, kata dia, ada satu wilayah patroli yang diketahui tidak bertuan. "Kalau ada SOP (yang jelas), akan aman. Lihat nanti kalau dilaksanakan," katanya.
Ditanyai perihal penanganan sandera WNI, Wiranto mengatakan operasi upaya pembebasan terus berjalan. Ia menegaskan, pemerintah tidak akan menuruti kemauan jaringan Abu Sayyaf. "Pemerintah tidak bisa disetir dan dikendalikan kelompok seperti itu," ucapnya.
ISTMAN M.P.