TEMPO.CO, Karawang - Pembangunan jalan yang rencananya akan diproyeksikan sebagai penghubung kawasan industri baru di Karawang tersendat karena dihalang-halangi sekelompok warga. PT Pratiwi Lestari, sebuah perusahaan pengembang berseteru dengan sekelompok penduduk di Desa Wanajaya dan Desa Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat sejak Senin, 1 Agustus 2016.
Ratusan warga berupaya menghalangi backhoe dan buldozer dengan pagar kayu. Sementara di belakang pagar, ratusan warga duduk-duduk tanpa beranjak hingga petang hari.
Kepala Kepolisian Resor Karawang, Ajun Komisaris Besar Andi Mochammad Dicky Pastika Gading mengatakan, ratusan warga itu dikerahkan oleh Serikat Tani Telukjambe Barat (STTB). "Mereka juga keberatan dengan klaim PT Pratiwi Lestari atas tanah di dua desa ini," ujar Dicky kepada pers saat ditemui di lokasi kejadian, Selasa sore, 2 Agustus 2016.
Sementata itu ratusan aparat terlihat bersiaga di sepanjang jalan konsorsium Desa Wanajaya. Di ujung jalan yang baru dibuldozer itu, rencananya PT Pratiwi Lestari akan mulai membangun pagar sepanjang 19.177 meter. Pagar itu dibangun mengelilingi 791 hektare lahan yang diklaim oleh PT Pratiwi Lestari.
Penghadangan warga, menurut Dicky dilakukan sejak Senin, 1 Agustus 2016. Ia mengatakan warga yang melakukan penghadangan bahkan membawa bambu runcing. Aparat kemudian melucuti ratusan bilah bambu runcing dari tangan para penduduk. "Kemarin kami ambil semuanya. Pada dasarnya kami menghindari keributan," ucap dia.
Cerita pertikaian di tanah partikelir ini pernah dipaparkan oleh Wagita, Kepala sub Seksi Perkara, Balai Pertanahan Nasional, Kabupaten Karawang. Wagita menuturkan eks tanah partikelir Tegal Waroe Landen beralih jadi milik negara pada 1958.
Wagita mengatakan lahirnya Undang - undang nomor 1 tahun 1958 menghapus kepemilikan tanah partikelir, untuk selanjutnya tanah dikuasai oleh negara. "Kecuali sawah yang dapat dikonversi menjadi hak milik. Namun statusnya hanya tanah usaha," ungkap Wagita saat ditemui Tempo di ruang kerjanya, Rabu, 3 Agustus 2016. "Inilah yang menjadi dasar klaim warga atas tanah tersebut," kata Wagita.
Warga juga mengambil dasar surat dari menteri agraria dan tata ruang yang ditandatangani oleh Ferry Mursyidan Baldan pada 29 April 2016 lalu. Dari salinan yang ditemui Tempo, surat itu melarang kegiatan apapun di sebagian tanah yang diklaim PT Pratiwi Lestari. Dalam surat itu tertulis, pelarangan berlaku sampai adanya penetapan status tanah yang dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sementara itu, tambah Wagita, dasar klaim PT Pertiwi Lestari adalah Surat Keputusan Pemberian hak, dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat.
Wagita sempat memperlihatkan tiga salinan surat itu. Rinciannya adalah Sk nomor 1281/HGB/KWBPN/97 tanggal 22 Desember 1997 tentang pemberian Hak guna bangunan atas tanah seluas 2.931.000 m persegi (2,931 hektare).
SK nomor 1282/HGB/KWBPN/97 tabggal 22 Desember 1997 tentang pemberian Hak guna bangunan atas tanah seluas 3.282.710 m persegi 328,271 hektare
SK pemberian hak nomor 1283/HGB/KWBPN/97 tentang pemberian Hak guna bangunan atas tanah seluas 1.698.808 m persegi (169,8808 hektare)
HISYAM LUTHFIANA