TEMPO.CO, Denpasar - Sejumlah kelompok musik ternama asal Bali seperti Navicula, Choki NTRL, dan Scared of Bumbs, terus konsisten menyuarakan penolakan reklamasi Teluk Benoa, dari panggung ke panggung.
Aksi panggung ketiga band ini kembali memeriahkan unjukrasa puluhan ribu massa penolak reklamasi, di Denpasar, Ahad 31 Juli 2016. Aksi itu menandai deklarasi dua desa adat di Denpasar yang secara resmi menolak reklamasi di Teluk Benoa, yakni Desa Sumerta dan Tanjung Bungkak.
Saat tampil di atas panggung mini, Robi vokalis Navicula mengatakan pemerintah tidak boleh mengabaikan aspirasi rakyat Bali menolak rencana reklamasi. Jumlah mereka yang menolak, dinilai Robi, terus bertambah. "Apabila usaha-usaha mempertahankan rumah kita dianggap sebagai kriminal, apabila pemerintah sudah tidak mendengarkan aspirasi rakyat, hanya ada satu kata: lawan!," kata Robi bersemangat disambut sorak sorai massa.
Sebelum Navicula membawakan lagu kedua berjudul 'Busur Hujan', Robi menuturkan bahwa gerakan perlawanan reklamasi Teluk Benoa ibarat serangkaian warna-warni yang menjadi satu. "Gerakan ini adalah gerakan yang paling bersejarah di Bali, kita semua harus bangga ada di gerakan ini," katanya.
Robi menjelaskan rakyat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa bukanlah anti pembangunan. Tetapi, ujar dia, pembangunan yang didukung rakyat harus dilandasi rasa sayang terhadap lingkungan, manusia, dan bermanfaat bagi masa depan. "Reklamasi Teluk Benoa tidak punya tiga unsur itu. Kita bekerja mencari uang, tapi kita tidak mau dibeli untuk menjadi manusia yang konsumerisme," ujarnya.
Saat tiba gilirannya tampil di panggung, Navicula membawakan lima lagu, yaitu 'Mafia Hukum', 'Busur Hujan', 'Saat Semua Semakin Cepat Bali Berani Berhenti', 'Metropolutan' dan 'Bali Tolak Reklamasi'. Saat membawakan lagu Metropolutan dan Bali Tolak Reklamasi, gitaris grup musik NTRL, Choki didapuk tampil bersama Navicula.
Saat ditemui Tempo, Choki mengatakan bahwa ini adalah aksi kali pertama dirinya menolak reklamasi Teluk Benoa di Bali. "Kalau di Jakarta saya sering ikut aksi menolak reklamasi," katanya.
Istri Choki, Saras Dewi, adalah aktivis perempuan dan Ketua Program Studi Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia. "Istri saya warga Desa Sumerta yang saat ini deklarasi tolak reklamasi," ujarnya.
Choki menilai gerakan perlawanan reklamasi yang sudah memasuki tahun keempat perlu dijaga agar jangan surut. Tantangan berupa penyebaran isu bahwa gerakan menolak reklamasi Teluk Benoa didanai pihak asing, juga bakal terus mengemuka. "Pesan saya, masyarakat terus berjuang, karena itu yang terpenting. Enggak usah peduli sama fitnah yang enggak penting itu," tuturnya.
BRAM SETIAWAN