TEMPO.CO, Denpasar - Dua desa adat di Denpasar, Sumerta dan Tanjung Bungkak, Ahad, 31 Juli 2016, secara resmi mendeklarasikan penolakan mereka atas rencana reklamasi Teluk Benoa. Bergabungnya dua desa ini membuat total jumlah desa adat yang menolak reklamasi menjadi 39 di Kabupaten Badung, Kota Denpasar, dan sekitarnya.
Pada saat puncak deklarasi tersebut, para remaja dari Desa Adat Sumerta menggelar aksi teatrikal di persimpangan jalan desa. Aksi teatrikal itu menggambarkan cengkeraman investor yang berusaha memanipulasi masyarakat Bali dengan simbol lembaran-lembaran uang palsu.
Aksi teatrikal itu diiringi pembacaan puisi berbahasa Bali berjudul Layah (Lapar). Puisi tersebut dibacakan pelukis Putu Bonuz asal Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Puisi karangan Putu Bonuz itu menceritakan manusia yang selalu lapar sehingga tega menguruk laut dan merusak Pertiwi. Seusai pementasan teatrikal, dilakukan simbolisasi pembakaran replika ekskavator di sisi Banjar Bengkel, Desa Sumerta.
Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI), I Wayan “Gendo” Suardana, dari atas panggung mini langsung menyambut aksi pembakaran replika itu dengan orasi. "Api di depan kita sebagai simbol: semakin ada yang memfitnah gerakan kita lewat media propaganda cukong investor, kita akan terus melawan," katanya.
Gendo menjelaskan, walaupun terus menerus dihujani fitnah, gerakan perlawanan tidak akan pernah surut. "Mereka (investor) kaget aksi-aksi kita terus mengalir. Rakyat terus membuat baju, kita ramai, karena rakyat membiayai sendiri," ujarnya. "Tapi investor terus sebar fitnah. Padahal gerakan ini besar karena desa adat menjadi pimpinan perjuangan!"
Gendo kembali mengulangi undangannya jika ada pihak yang ingin mengaudit dana gerakan ForBALI. "Kalau menyangsikan, silakan tanyakan Jero Bendesa (pimpinan desa adat). Desa adat tidak perlu sponsor, ada Lembaga Perkreditan Desa (LPD), ada kas. Dan nurani tidak bisa dibeli," ucapnya.
Gendo mengatakan ia ingin sekali Gubernur Bali Made Mangku Pastika turun langsung menyaksikan perjuangan masyarakat Bali menolak reklamasi.
BRAM SETIAWAN