TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo memerintahkan Kepolisian RI menindak tegas pelaku yang bertindak anarkistis dalam peristiwa di Tanjung Balai, Sumatera Utara. "Termasuk yang main hakim sendiri," kata Jokowi di Galeri Nasional, Jakarta, Senin, 1 Agustus 2016.
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian sudah memberikan laporan kepada Presiden Jokowi mengenai peristiwa kerusuhan di Tanjung Balai. Menurut Jokowi, Kapolri harus mempertemukan para tokoh yang dihormati untuk meredam keributan yang sudah telanjur terjadi tersebut. "Jangan sampai isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) menyebar ke mana-mana," ucap Jokowi.
Presiden juga mengingatkan semua pihak untuk bisa mengayomi satu sama lain, baik kelompok mayoritas maupun yang minoritas. Jokowi memandang perbedaan dan keberagaman seharusnya menjadi kekuatan bangsa. "Masalah SARA harus ditiadakan," ujarnya.
Baca:
Kerusuhan di Tanjung Balai, Ini Versi Polda Sumatera Utara
Rusuh Tanjung Balai, Nusron Wahid: Mencederai Kemajemukan
Pada Jumat malam, 29 Juli 2016, terjadi kerusuhan di Kota Tanjung Balai. Sejumlah warga yang tinggal di sekitar Jalan Karya, khususnya di sekitar Masjid Almakhsum, merusak tujuh tempat ibadah, yaitu dua vihara dan lima kelenteng.
Kepala Kepolisian Resor Tanjung Balai Ajun Komisaris Besar Ayep Wahyu Gunawan menuturkan peristiwa itu bermula ketika seorang warga keturunan Tionghoa berinisial M merasa terganggu dan komplain soal suara azan magrib dari pengeras suara di masjid yang berada tepat di depan rumahnya.
Lalu terjadi perselisihan antara M dan jemaah masjid tersebut. Anggota kepolisian setempat bersama pemerintah kelurahan telah berusaha memediasi. Saat mediasi, kata Ayep, beredar informasi yang salah melalui pesan berantai. Pesan lewat media sosial itu menyebutkan masjid tadi dilarang memperdengarkan azan. Pesan berantai itulah yang akhirnya menyulut kemarahan warga di Tanjung Balai.
ADITYA BUDIMAN | SAHAT SIMATUPANG