TEMPO.CO, Boyolali - Tangan keriput Sunarno masih cekatan menyeduh teh ke sederet gelas yang hendak disajikan kepada para pembeli yang setia menunggu di warung sederhananya yang bercat merah muda.
“Ya beginilah kerja saya selama hampir 20 tahun. Kalau istri saya sedang di belakang, saya juga yang mengambilkan nasi, sayur, dan lauk untuk pembeli,” kata lelaki 65 tahun itu saat ditemui Tempo pada Ahad, 31 Juli 2016.
Baca Juga:
Sunarno Marjo Suyatno adalah warga Desa Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Berkat ketekunan dan kesabarannya dalam menyisihkan sebagian pendapatan dari berjualan nasi sayur di depan Asrama Haji Donohudan sejak 1997, Sunarno dan istrinya, Sujiyem, 60 tahun, kini bisa menunaikan cita-citanya: berangkat haji ke Tanah Suci.
Pasangan suami istri yang dikaruniai dua anak dan tujuh cucu itu tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 19 yang dijadwalkan berangkat ke Arab Saudi pada 16 Agustus 2016 dan tiba kembali ke Indonesia pada 25 September 2016. “Kami sama sekali tidak mengira bisa berangkat haji,” kata Sunarno sembari mengenang masa lalunya yang cukup memprihatinkan.
Sunarno adalah satu dari sejumlah warga Donohudan yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan Asrama Haji Donohudan. Sejak asrama yang memiliki daya tampung sekitar 2.000 orang itu dibangun pada 1996, Sunarno dan sejumlah tetangganya mengadu nasib dengan membuka warung nasi. “Awalnya dulu kami cuma pakai emplek-emplek (tenda bongkar-pasang dari terpal) di pinggir pagar Asrama Haji,” kata Sunarno.
Tiap musim haji, Sunarno dan istrinya hanya bisa mengagumi orang-orang berkain putih (ihram) yang berlalu lalang di dalam Asrama yang jaraknya hanya belasan meter dari rumahnya. “Dulu sampai ada dua anggota polisi, pelanggan setia kami, menawari akan membiayai kami naik haji,” kata Sunarno. Namun, tawaran tersebut dia tolak. “Ibadah kok dibayari,” timpalnya.
Kesempatan untuk naik haji datang kedua kalinya saat Sunarno mendapat warisan berupa sebidang tanah yang lokasinya tak jauh dari Asrama Haji. Namun, bukannya dijual untuk ongkos naik haji, tanah warisan itu justru dia wakafkan sepenuhnya untuk pembangunan pondok yatim piatu.
“Mungkin berkat pertolongan doa dari anak-anak yatim piatu itu, warung nasi kami jadi bertambah laris,” kata Sunarno. Bahkan, tiap ada kegiatan yang menyewa tempat di Asrama Haji, Sunarno dan Sujiyem turut kecipratan rezeki dari banyaknya pesanan paket makanan.
“Sejak itu kami mulai bisa menabung sedikit demi sedikit,” ujar Sunarno. Pada 2011, Sunarno membulatkan tekad untuk mendaftar haji dengan biaya sebesar Rp 34,8 juta. Adapun pada 2012, giliran Sujiyem mendaftar haji dengan besar biaya yang sama. “Sebenarnya saya dapat jadwal berangkat haji pada 2023. Karena ada kebijakan penggabungan suami istri, saya jadi ikut jadwal berangkat suami pada tahun ini,” kata Sujiyem.
Sujiyem tak henti mengucap syukur karena perjuangannya bersama suami ternyata juga menjadi motivasi bagi para tetangganya untuk turut mendaftar haji. “Mungkin mereka tergugah setelah tahu kami yang kerjanya jualan nasi sayur bisa mendaftar haji,” kata Sujiyem.
DINDA LEO LISTY