TEMPO.CO, Bandung - Komunitas Rumah Cemara, Bandung, mengusulkan pengelolaan narkoba oleh pemerintah untuk melawan bisnis sindikat pasar gelap narkoba di Indonesia. Konsultan Media dan Data organisasi Rumah Cemara, Patri Handoyo mengatakan, pemerintah berpengalaman mengelola narkoba, yakni lewat penyediaan metadon di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.
"Contohnya adalah metadon, hubungannya atau dengan skema kesehatan,” kata penulis buku War on Drugs itu kepada Tempo, Jumat, 29 Juli 2016.
Patri mengatakan, pemerintah selama 40 tahun sejak Undang-undang tentang Narkotika 1976 berlaku, posisinya terus kalah dalam peperangan melawan sindikat narkoba. Karena itu Rumah Cemara mengusulkan agar pemerintah mengelola narkoba dengan harga murah di fasilitas kesehatan untuk melawan sindikat dengan cara lain.
Usulan itu merupakan kampanye global yang menyerukan kepada pemerintah untuk mengakhiri perang terhadap sindikat narkoba yang telah menyedot biaya sangat besar, namun terbukti gagal mengatasi permasalahan NAPZA, memicu epidemi HIV, tuberkulosa, Hepatitis, serta menyebabkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk pemerasan kepada pengguna narkoba yang tertangkap.
Rumah Cemara merupakan organisasi komunitas yang berdiri pada 2003 di Bandung. Organisasi itu menjadi tempat berbagi pengalaman, kekuatan, harapan, serta informasi bagi konsumen narkoba dan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Legalisasi narkoba di fasilitas kesehatan seperti klinik dan rumah sakit telah diterapkan sejumlah negara, kata Patri, seperti Swis, Kanada, dan beberapa negara Amerika Selatan tak lagi perang melawan sindikat narkoba karena biayanya besar.
Sebelumnya sepekan lalu diberitakan, Koordinator Program Terapi Rumatan Metadon, Nunung di Bogor mengatakan, terapi metadon bagi para pecandu narkotik cukup efektif dilakukan. Menurut dia, terapi itu bisa digunakan bagi para pengguna heroin dan putau.
Dia mengatakan terapi metadon adalah pengobatan pengganti berupa cairan untuk diminum. Menurut dia, ada perbedaan efek kerja antara putau dan metadon. Pengguna putau bisa merasa ketagihan setelah mengkonsumsi obat terlarang itu dalam waktu tiga jam. Namun untuk metadon, efektifnya hanya dalam waktu 24-36 jam.
Menurut Nunung, ia telah memberikan terapi kepada sekitar 55 orang sejak 2012. Dari jumlah itu, 5 orang dinyatakan sembuh dari pengaruh narkotik. Ia menuturkan kesembuhan para pecandu sangat bergantung pada komitmen mereka untuk lepas dari zat adiktif itu.
Biaya terapi dengan metadon yang dibayarkan para pengguna memberikan uang yakni Rp 7.000 setiap hari. Sebanyak Rp 1.000 diantaranya dikumpulkan untuk kegiatan sosial di komunitas Kedung Badak Family.
ANWAR SISWADI