TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menyayangkan terpilihnya mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Kontras menilai Wiranto harus bertanggung jawab terhadap beberapa pelanggaran hak asasi manusia (HAM), seperti penyerangan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996, tragedi Trisakti dan Semanggi, serta penculikan dan penghilangan aktivis.
Selain itu, kata Haris, Wiranto juga pernah disebut dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa di bawah mandat Serious Crime Unit. Dia dinyatakan gagal mempertanggungjawabkan posisi komandan tertinggi dari semua kekuatan tentara dan polisi di Timor Leste untuk mencegah terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan dan menghukum para pelaku.
"Pernyataan ini pula yang menyulitkannya bergerak masuk ke dalam yurisdiksi internasional, salah satunya adalah Amerika Serikat (US Visa Watch List) di tahun 2003," kata Haris melalui keterangan tertulis, Rabu, 27 Juli 2016.
Baca juga: Surya Paloh: Enggar Pilihan Jokowi, Bukan Permintaan Saya
Perombakan kabinet yang terjadi hari ini bertepatan dengan 20 tahun peringatan tragedi 27 Juli 1996. Saat itu, kata Haris, Wiranto mendapatkan posisi strategis. Dia dipromosikan menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dengan pangkat jenderal bintang empat. "Keuntungan dari situasi keamanan dan politik rezim, memberikan ruang gerak kepada Wiranto untuk mengambil keputusan yang berujung pada skema impunitas," katanya.
Kontras meminta masyarakat menunjukkan solidaritasnya kepada korban pelanggaran HAM dan keluarganya untuk semangat membangun strategi agar negara tetap bertanggung jawab dan berpihak kepada keadilan. "Pastikan individu-individu pelanggar HAM akan dihukum sesuai dengan norma hukum yang berlaku di Republik Indonesia," kata Haris.
AHMAD FAIZ