TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengakui bahwa masih ada lembaga pemasyarakatan yang dijadikan tempat beredarnya narkoba. Pegawai penjara yang dimanfaatkan menjadi kurir narkoba pun, kata Yassona, juga ada. "Saya minta hukuman seberat-beratnya, kalau bisa pecat langsung," kata Yasonna di kantornya, di Jakarta, Senin 25 Juli 2016.
Ia mencontohkan peristiwa kerusuhan narapidana di LP Bentiring, Bengkulu, pekan lalu. Menurut dia, kejadian ini membuktikan bahwa masih ada peredaran narkoba dari dalam penjara. "Saya sudah katakan berkali-kali dan saya miris, sangat miris masih ada manusia yang budeg (tuli) melakukan hal itu," kata Yasonna.
Kejadian di LP Bentiring bermula ketika polisi akan menggelar razia narkoba di dalam bui. Kejadian ini memicu kekisruhan. Polisi menahan delapan narapidana serta satu sipir dan Kepala Pengamanan LP Bentiring yang dianggap sebagai provokator keributan.
Selain menahan napi dan sipir yang diduga terlibat dalam bisnis narkoba, polisi juga menyita bermacam-macam barang bukti. Di antaranya ratusan ponsel, kartu ATM, buku catatan, alat isap sabu, pil ekstasi, timbangan digital serta rekaman kamera CCTV.
Yassona meminta setiap satuan di LP berani menghadapi tekanan dan gangguan dalam menegakan aturan. Ia menagih kesiapan setiap satuannya. "Kalau tidak sanggup bilang tidak sanggup. Untuk menyelesaikan persoalan narkoba, kalau main-main, saya punya zero tolerance."
Menteri memerintahkan agar pemberantasan narkoba lebih progresif. Sebab Indonesia berada dalam situasi darurat narkoba. "Presiden geram dan mengatakan, kejar, tangkap, kalau bisa langsung dor apabila undang-undang memperbolehkan," kata Yassona menirukan perintah Presiden.
Yassona pun mengeluarkan Instruksi Menteri Hukum dan HAM tentang Penanganan Terhadap Penyalahgunaan Narkoba di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Sejak 12 Juli 2016, Kementerian Hukum dan HAM telah menetapkan 233 LP dan rumah tahanan bebas narkoba dan telepon seluler dari 477 di Indonesia.
ARKHELAUS W. | PHESI ESTER