TEMPO.CO, Jakarta - Kasus vaksin palsu mendorong Aliansi Orang Tua Korban Vaksin Palsu RS Harapan Bunda menemui Komnas Perlindungan Anak. Para orang tua menyatakan kasus ini membuat anak-anaknya menjadi korban malpraktek.
Lorensia, salah satu orang tua, menceritakan di depan kantor Komnas Perlindungan Anak tentang anaknya yang menerima vaksin palsu di RS Harapan Bunda pada Maret lalu. Ia melakukan pembayaran secara pribadi melalui suster di sana untuk mendapat vaksin BCG. Anak Lorensia disuntik vaksin BCG oleh dr Indra di pahanya. Sepekan kemudian ada benjolan di selangkangan sebelah kanan. Beberapa bulan setelah itu benjolan tersebut pecah dan mengeluarkan nanah.
Lorensia akhirnya pindah ke beberapa dokter lain, termasuk dr Yenny. "Dr Yenny bilang ini salah penyuntikan terlalu dalam. Komposisi dosis obat terlalu tinggi, tidak kuat anaknya," ujar Lorensia di kantor Komnas Perlindungan Anak, Jalan T.B. Simatupang, Jakarta, Senin, 25 Juli 2016. "Ini termasuk malpraktek, lho," lanjutnya.
Komnas Perlindungan Anak menyatakan setuju permasalahan ini tergolong malpraktek. Komnas berjanji akan menindaklanjuti permasalahan vaksin palsu karena efeknya bisa terjadi untuk jangka panjang anak-anak di masa depan.
Untuk itu, Komnas mengajak para orang tua bekerja sama mengumpulkan data-data anak mereka yang mendapatkan vaksin palsu beserta efeknya. "Butuh database berapa banyak korban yang tergabung dalam aliansi ini. Sudah sejauh mana advokasi bisa diberikan," kata Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Dhanang Sasongko.
AUZI AMAZIA