TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menyarankan pemerintah tak berpaku terhadap produk obat dan vaksin impor yang cenderung mahal. Alasannya, masyarakat belum sepenuhnya menjangkau obat-obat bermerek. Bahkan, kata dia, ada sebagian masyarakat yang masih memilih berobat ke dukun.
Menurut Tulus, kondisi masyarakat Indonesia seperti ini membutuhkan pendekatan khusus dari pemerintah. Keterjangkauan masyarakat Indonesia terhadap obat dikatakan paling rendah se-ASEAN. Karena itu, Tulus beranggapan, pemerintah, melalui Biofarma, yang termasuk badan usaha milik negara, yang memproduksi vaksin, perlu memberikan ruang bagi produk lokal dan global. "Biofarma juga harus meningkatkan kualitasnya," ujar Tulus.
Peredaran vaksin palsu di sejumlah rumah sakit swasta, menurut Tulus, harus menjadi catatan serius pemerintah dan industri farmasi. Ia meminta pemerintah melarang impor vaksin. Sebab, barang yang dipalsukan belakangan ini merupakan produk impor dan harganya mahal.
"Sebenarnya ada mafia impor bahan baku obat," tuturnya dalam diskusi publik “Darurat Farmasi: Melawan Pemalsuan Vaksin dan Obat” di Restoran Piring Jahit, Plaza Festival, Jakarta Selatan, Ahad, 24 Juli 2016. (Baca: Rumah Sakit Swasta Mengaku Kesulitan Menyeleksi Obat)
Kasus vaksin palsu menggegerkan publik dalam sebulan terakhir. Kelangkaan obat disebut-sebut menjadi pemicunya. Tak cuma tersangka, yang terdiri atas pembuat hingga penjual, yang menjadi sorotan. Rumah sakit, Kementerian Kesehatan, hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan pun dikritik. (Baca:Tak Cuma Vaksin, Dokter Ini Sebut Obat dan Dokter Juga Palsu)
REZKI ALVIONITASARI