TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri mengirimkan berkas perkara satu jaringan tersangka vaksin palsu ke Kejaksaan Agung, Jumat, 22 Juli 2016. "Dikirim ke pidum (pidana umum)," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Agung Setya melalui pesan pendek.
Berkas perkara ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum dengan nomor surat BP/52/VII/2016/Dittipideksus. Para tersangka yang dimaksudkan adalah Irnawati, Hidayat Taufiqurrohman, Rita Agustina, Mirza, Sutarman, Suparji, dan Sugianti.
Baca Juga:
Irnawati, 34 tahun, adalah perawat di Rumah Sakit Harapan Bunda. Irna diduga mengumpulkan botol bekas untuk dijual kepada tersangka pembuat vaksin palsu. Mereka adalah pasangan suami-istri Hidayat Taufiqurrohman dan Rita Agustina.
Hidayat, 39 tahun, dan Rita, 38 tahun, adalah pekerja lepas di bidang penjualan obat-obatan farmasi dan produksi obat-obatan. Rita juga seorang ibu rumah tangga.
Mirza dan Sutarman juga pasangan suami-istri. Penyidik Bareskrim menangkap mereka di Semarang pada 27 Juni lalu. "Tempat penangkapan di Hotel NM, Jalan Agus Salim, Semarang," kata Agung. Mereka pun ditetapkan sebagai tersangka pada hari itu juga.
Mereka berperan sebagai distributor vaksin palsu Rita dan Hidayat. Rita dan Hidayat memproduksi vaksin palsu di rumah mereka, Jalan Kumala 2, Perumahan Kemang Pratama Regency, Kota Bekasi.
Vaksin palsu itu lalu diedarkan Mirza dan Sutarman di Jawa Tengah dan Medan. Kasus vaksin palsu ini diawali penangkapan tujuh tersangka pembuat, pengedar, dan penjual obat vaksin palsu pekan lalu.
Salah satunya Muhammad Farid, penjual obat dan pemilik Apotek Rakyat Ibnu Sina di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur. Dia dibawa polisi dari kios apoteknya, Selasa, 21 Juni 2016. Polisi lalu bergerak mencari Rita dan Hidayat.
REZKI ALVIONITASARI