TEMPO.CO, Jakarta - Ketua PP Muhammadiyah Muhadjir Effendy menyarankan pemerintah untuk merespon secara resmi rekomendasi International People's Tribunal (IPT) terkait peristiwa 1965. Meskipun pada ujungnya menolak rekomendasi, kata Muhajir, respon perlu dilakukan untuk menghormati putusan. "Direspon saja secara resmi, mengatakan menolak seluruhnya. Jangan tidak resmi karena bisa dianggap mengabaikan," ujar Muhadjir, Kamis, 21 Juli 1965.
Menurut Muhadjir isi respon pemerintah harus disertai masukan dari pihak yang terlibat langsung dalam peristiwa 1965, 1948, maupun pihak yang dituduh pelaku. Dengan begitu, meski pada ujungnya menolak, pemerintah setidaknya sudah mencoba memahami rekomendasi IPT dan mendengarkan penjelasan dari yang terlibat.
Muhadjir, yang keluarganya menjadi korban PKI di tahun 1948, mengatakan bahwa pengumpulan berbagai elemen itu dibutuhkan agar pemerintah tidak terbebani sendiri. Menurut dia, peristiwa 1965 maupun 1948 adalah persoalan seluruh bangsa Indonesia. Sehingga lebih bijak jika pemerintah menunjukkan respon terhadap hasil IPT.
"Situasi saat itu memang abnormal, ada saling kecurigaan perihal siapa musuh dan siapa bukan. Pada akhirnya ada PKI sesungguhnya yang menjadi korban, ada juga yang bukan PKI namun terimbas," katanya.
Sebelumnya, majelis hakim IPT 1965 menyimpulkan telah terjadi genosida besar-besaran pasca peristiwa September 1965. IPT merekomendasikan pemerintah Indonesia meminta maaf, memberikan kompensasi pada korban, serta melanjutkan penyelidikan dan penuntutan terhadap pelaku. Rekomendasi itu akan disampaikan pada PBB juga.
Sejauh ini, belum ada respon resmi dari Presiden Joko Widodo. Istana masih enggan berkomentar. Namun, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM mengklaim bahwa pemerintah tidak akan mengakui rekomendasi itu dengan pertimbangan IPT tidak memiliki legal standing dan keputusannya sepihak tanpa melibatkan pemerintah.
ISTMAN MP