TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan kementerian yang dipimpinnya tidak memiliki otoritas untuk memutuskan izin pelaksanaan reklamasi Teluk Benoa, Bali. “KKP tidak memiliki otoritas dan kewenangan untuk memutuskan rencana kegiatan reklamasi ini go atau no go,” ujarnya dalam pesan tertulis, Rabu, 20 Juli 2016.
Menurut Susi, setiap permintaan izin pemanfaatan ruang di kawasan Benoa harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 sebagai regulasi presiden yang menjadi pedoman bagi pengelolaan pengembangan kawasan Bali Selatan dan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) serta alokasi tata ruang di kawasan tersebut.
Baca Juga:
Susi menjelaskan, permintaan izin pemanfaatan ruang atau lokasi akan disetujui apabila sesuai dengan pedoman teknis dalam perpres tersebut. Namun izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud perpres itu bukan merupakan izin pelaksanaan kegiatan reklamasi.
Izin pelaksanaan kegiatan reklamasi, ucap Susi, baru diterbitkan setelah analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang mencakup aspek lingkungan hidup, sosial, dan budaya telah dilakukan serta hasilnya menyimpulkan bahwa kegiatan reklamasi tersebut layak dilakukan.
“Izin (kelayakan) lingkungan didasarkan pada hasil amdal yang diterbitkan kementerian yang berwenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tutur Susi.
Namun, karena belum menyatunya pendapat publik tentang pengembangan Teluk Benoa, KKP mengusulkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 segera diperiksa kembali oleh tim independen dengan didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Juga memperhatikan dinamika publik (sejalan dengan Undang-Undang 32 Tahun 2009 dan Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
Selama masa review, kata Susi, seluruh upaya pengembangan Teluk Benoa ditangguhkan. “Upaya pengembangan Teluk Benoa ditangguhkan sampai menunggu hasil review ditetapkan dan dilakukan komunikasi intensif dengan berbagai pihak terkait.”
Sebelumnya, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) menilai Susi tidak bisa lepas tangan begitu saja dengan secara tidak langsung memperpanjang izin lokasi reklamasi Teluk Benoa.
Menurut koordinator ForBali, Wayan Gendo Suardana, posisi menteri bukan pejabat administrasi. “Dia bisa mempertimbangkan dan mengambil keputusan setelah melihat kondisi obyektif di lapangan,” ucapnya, Selasa, 19 Juli 2016.
Pernyataan Gendo itu menanggapi pernyataan Susi bahwa izin lokasi yang dikeluarkan kementeriannya harus diperpanjang karena adanya peraturan presiden yang memungkinkan dilakukannya proyek itu. Izin lokasi juga dinyatakan sebatas untuk memulai disusunnya amdal dan bukan izin pelaksanaan.
Gendo berujar, Susi semestinya melihat fakta adanya penolakan dari seluruh masyarakat pesisir di Teluk Benoa, yang membuat proyek itu sudah tidak layak dilanjutkan. “Jangan sampai nanti diputar lagi bahwa amdal dinyatakan layak karena terbukti sudah ada izin lokasi,” tuturnya.
Dia juga membantah pernyataan Susi bahwa ForBali salah mengerti mengenai adanya perbedaan antara izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi.
Lebih jauh, Gendo mempertanyakan, mengapa Susi baru menyampaikan penjelasan soal perpanjangan itu setelah adanya aksi massa ForBali. Padahal pada 13 Juli 2016, ForBali bersama Pasubayan Desa Pakraman/Adat Bali Tolak Reklamasi Eksekutif Nasional Walhi telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diwakili Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut. “Saat itu tidak ada jawaban. Setelah itu, ditanyakan lewat SMS dan media sosial juga tidak dijawab,” katanya.
Sikap semacam itu dinilai Gendo menunjukkan kurang transparansinya kebijakan Susi. Sedangkan masalah reklamasi Teluk Benoa menyangkut persoalan yang sangat mempengaruhi masa depan Bali.
Dengan adanya perpanjangan izin lokasi itu, menurut Gendo, tidak ada pilihan lain bagi ForBali selain melanjutkan perjuangan untuk terus menggelorakan penolakan reklamasi Teluk Benoa sampai dicabutnya Perpres Nomor 52 Tahun 2014.
DESTRIANITA | ROFIQI HASAN