TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Syarief Hasan, mengatakan tewasnya orang yang diduga Santoso dalam Operasi Tinombala, Senin lalu, tidak berpengaruh terhadap pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme. Menurut dia, pembahasan RUU tersebut tidak akan bisa dipengaruhi situasi eksternal.
"Pembahasan RUU Terorisme tidak akan dipengaruhi situasi eksternal. DPR akan tuntaskan itu sehingga pemberantasan terorisme bisa maksimal," kata Syarief di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 19 Juli 2016. "Satu kali masa sidang lagi sudah selesai."
Selain itu, Syarief menyinggung peran TNI dan kepolisian dalam penanganan terorisme. Menurut dia, peran TNI diperlukan untuk mengatasi beberapa wilayah rawan terorisme yang membutuhkan kemampuan khusus, seperti udara, laut, dan hutan belantara. "Yang punya kemampuan ini TNI. Jadi, lebih bagus koordinasikan semua kekuatan," kata Syarief.
Syarief juga mencontohkan pemberantasan terorisme kelompok Santoso dan Mujahidin Indonesia Timur yang melibatkan TNI. Syarief mengatakan saat ini Komisi I sedang menyiapkan bentuk koordinasi yang paling baik dalam pemberantasan terorisme.
Sebelumnya, terjadi baku tembak antara kelompok sipil bersenjata yang dipimpin Santoso alias Abu Wardah dan Satuan Tugas Tinombala di Poso pada Senin lalu. Santoso dikabarkan tewas dalam insiden di pegunungan Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Kejadian ini, menurut anggota komisi I lain, Tantowi Yahya, bakal berpengaruh terhadap pembahasan RUU Terorisme. "Sedikit-banyak berpengaruh," kata Tantowi.
Sementara itu, anggota Komisi Hukum DPR, Desmond Mahesa, mengatakan komisinya mendorong penegakan hukum dan keadilan dalam tindak pidana terorisme. Caranya, penyelesaian Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme yang memperhatikan persoalan criminal justice system atau sistem peradilan pidana. "Kalau tidak, ini akan sama dengan petrus (penembakan misterius) pada masa lalu yang tidak ada peradilannya," kata dia.
ARKHELAUS W.