TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Arief Budiman menjelaskan, efek samping vaksin palsu akan segera terlihat setelah imunisasi. Anak yang diimunisasi menggunakan vaksin Tripacel palsu atau DPT akan langsung menunjukkan efek pada tubuhnya. "Biasanya efek berupa alergi," kata Arief saat menghadiri acara mediasi dengan orang tua pasien Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutiara Bunda, Ciledug, Tangerang, Banten, Senin, 18 Juli 2016.
Tripacel atau DPT memiliki efek demam. Efek ini muncul karena DPT merupakan vaksin aseluler atau hanya menggunakan sebagian komponen bakteri. "Pasien yang mendapat vaksin palsu akan memunculkan efek bahaya saat itu juga," ujarnya. Namun, jika sudah lama berlalu dan tidak muncul tanda apa-apa, zat yang dimasukkan ke dalam tubuh itu tidak berbahaya.
Arief menganjurkan orang tua pasien memvaksin ulang anaknya menggunakan vaksin jenis sama atau setara yang disediakan pemerintah. Dampak vaksin catch-up, menurut dia, tidak berbeda bahkan tak berpengaruh buruk pada kesehatan anak. "Tidak ada kata terlambat untuk imunisasi," tuturnya. Dokter sudah biasa menangani orang tua yang awalnya ragu mengimunisasi anaknya. "Tapi, begitu anaknya sakit, jadi mau imunisasi."
Ikatan Dokter Anak merekomendasikan penjadwalan imunisasi DPT ulang bagi bocah berusia kurang dari 3 tahun sebanyak tiga kali vaksinasi dengan interval masing-masing satu bulan. Bagi bocah 1-7 tahun, vaksinasi dilakukan sebanyak tiga kali dalam interval masing-masing satu, dua, dan tiga bulan. Anak yang berusia 7-18 tahun diimunisasi menggunakan vaksin jenis PG dengan dosis berbeda.
Badan Reserse Kriminal Polri saat ini masih memeriksa vaksin palsu yang diduga diberikan kepada anak di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutiara Bunda. Kepolisian masih menyelidiki kasus vaksin palsu tersebut. Diduga vaksin palsu ini tersebar sampai ke sembilan provinsi.
IDKE DIBRAMANTY YOUSHA | PRU