TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Informasi Dewan Perwakilan Rakyat menyoroti peran Komisi Penyiaran Indonesia terkait dengan pengawasan isi konten media yang berhubungan dengan maraknya isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender serta sentimen SARA. Hal ini disampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPI.
Politikus dari Partai Golkar, Agun Gunanjar, mengatakan seseorang memiliki hak untuk memilih menjadi LGBT atau tidak. "Ini bukan soal pelarangan," katanya saat uji kelayakan di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 18 Juli 2016.
Menanggapi hal itu, calon komisioner KPI, Afrianto Korga, mengatakan aturan konten penyiaran yang ada sekarang melarang konten pornografi dan SARA. Sedangkan isu LGBT, Afrianto berujar, hal tersebut memang hak seseorang, tapi menjadi permasalahan saat masuk ke ruang publik. "Kami menghargai hak, tapi tanpa mengganggu hak orang lain," ujarnya.
Calon komisioner lainnya, Ade Bujaerimi, mengatakan yang paling penting dalam menghadapi isu LGBT ialah memperkukuh integrasi nasional. Pemuatan isu LGBT dan ras di stasiun televisi, menurut dia, harus patuh pada Undang-Undang Penyiaran.
Jalan keluarnya, kata Ade, LGBT tetap ditangani dengan cara pembinaan. Tapi tidak untuk dikampanyekan di media. "Bila jadi tontonan, malah tidak mendidik dan merusak moral bangsa," kata dia.
Agung Suprio, calon lainnya, menegaskan bahwa pemuatan isu rasis dan hal-hal primordialisme lain, bertentangan dengan aturan KPI dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Sementara itu, calon lain, Agung Sudibyo, menyatakan pengisi acara penyiaran perlu mengikuti kursus etika penyiaran. "Agar memahami isu gender," kata dia.
Hari ini, Komisi Informasi Dewan Perwakilan Rakyat hari ini melakukan uji kelayakan dan kepatutan atas 15 dari 27 calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia. Tes akan berlangsung selama dua hari ke depan. DPR akan memilih sembilan nama calon yang akan ditetapkan sebagai anggota KPI terpilih.
AHMAD FAIZ