TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Forum Keluarga Vaksin Palsu Rumah Sakit Sayang Bunda Bekasi, Teja Yulianto, kecewa dengan pihak Rumah Sakit Sayang Bunda karena anaknya diduga diberi vaksin palsu sewaktu imunisasi. "Para tersangka tidak berperikemanusiaan kepada bayi," kata Teja dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya FM “Jalur Hitam Vaksin Palsu” di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu, 16 Juli 2016.
Padahal tiap orang tua, kata Teja, berharap, vaksin bermanfaat bagi pertumbuhan anaknya. Ia bercerita bahwa anaknya telah delapan kali diberi vaksin di rumah sakit itu. "Dari bayi saya lahir sampai tuntas," ujarnya.
Setelah tahu RS Sayang Bunda masuk daftar penerima vaksin palsu, Teja langsung mendatangi klinik itu. "Tapi pihak rumah sakit terkesan menutup-nutupi semuanya," ucapnya.
Teja lalu membuat forum bersama para orang tua lainnya. Ia mengumpulkan data 78 anak yang kemungkinan diberi vaksin palsu. Jumlah ini kemungkinan bertambah.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan satuan tugas penanganan vaksin palsu tengah mengumpulkan data anak-anak yang terpapar vaksin palsu di 14 rumah sakit yang telah diumumkan tim satgas.
Menurut Maura, data ini akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan kesehatan. "Dicek apakah imunisasinya sudah tercapai. Kalau belum, diimunisasi ulang," katanya yang bergabung dalam diskusi lewat telepon. Ia mengatakan anak-anak akan diberi vaksin yang benar.
Maura menjelaskan, hasil uji laboratorium terhadap vaksin itu menemukan beberapa jenis vaksin palsu. Vaksin palsu tidak berisi kandungan vaksin, vaksin yang berisi vaksin lain alias berbeda dengan kemasannya, dan vaksin yang berisi vaksin hepatitis B. "Ada juga yang isinya sama, tapi kadarnya lebih rendah," tutur Maura.
Efeknya pun berbeda-beda. Vaksin yang tak berisi kandungan vaksin berarti tak ada efektivitasnya. "Kalau kadarnya kurang, tingkat kekebalannya kurang tercapai," ucap Maura.
Soedjatmiko, Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia, mengatakan vaksin palsu tak berdampak, asalkan pembuatannya steril. "Kalau ada kuman, bisa mengakibatkan demam, merah, atau bengkak," ucapnya. Vaksin asli pun sebetulnya bisa menimbulkan demam, merah, rewel, dan bengkak atau benjolan di bekas suntikan. "Namun 1-4 hari sudah hilang."
Adapun bayi yang mendapat vaksin palsu, kata Soedjatmiko, sebenarnya sama seperti tidak divaksin. Artinya, bayi itu tidak mendapat kekebalan. "Seyogianya dilanjutkan atau diulang, tapi ada perhitungannya," ujarnya.
REZKI ALVIONITASARI