TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena “rashdul kiblat” atau fenomena matahari melintas tepat di atas Ka’bah terjadi Jumat, 15 Juli 2016. Berdasarkan penghitungan astronomi, fenomena ini bakal terjadi pukul 16.27 WIB atau 17.27 Wita.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Muhammad Tambrin, menyarankan seluruh umat Islam memperbaiki arah kiblat masjid atau musala. Caranya, menyesuaikan arah kiblat dengan arah bayang-bayang benda.
Tambrin menuturkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur arah kiblat. Pertama, memastikan benda yang menjadi patokan harus benar-benar tegak lurus. "Masyarakat bisa menggunakan bandul sebagai alat bantu," kata Tambrin melalui pernyataannya dalam situs bimasislam.kemenang.go.id, Kamis, 14 Juli 2016.
Selain itu, ia menyatakan masyarakat perlu memastikan permukaan dasar datar dan rata, sehingga bayang-bayang benda tidak bergelombang. Terakhir, waktu pengukuran harus disesuaikan dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Radio Republik Indonesia, atau Telkom. "Agar benar-benar tepat dengan momentum rashdul kiblat," kata dia.
Fenomena rashdul kiblat, kata dia, dapat menggunakan teknik menggunakan kompas atau teodolit. "Hanya, teknik ini lebih rumit sehingga memerlukan keahlian khusus," kata dia.
Sementara itu, dalam situs www.nu.or.id, dijelaskan rashdul kiblat hanya terjadi dua kali dalam setahun. Pada 27 Mei sekitar pukul 16.18 WIB dan 15 Juli pada tahun kabisat sekitar pukul 16.27 WIB. "Jam-jam tersebut merupakan waktu zuhur untuk Kota Mekah," demikian situs tersebut menuliskan.
Dalam menentukan arah kiblat, dapat memanfaatkan jendela di bagian mihrabnya. Pada sore hari, arah sinar menuju ke timur. Jika cahaya matahari yang masuk lewat jendela mihrab segaris dengan kiblat, kiblat rumah ibadah itu sudah tepat. "Namun, bila melenceng, serong ke kanan atau ke kiri, artinya patut diluruskan dengan garis semburat cahaya," seperti tertulis di situs tersebut.
KEMENAG.GO.ID | NU.OR.ID | ARKHELAUS