TEMPO.CO, Bandung - Rumah di Jalan Bijaksana Dalam nomor 11, Bandung, itu bukan rumah biasa. Bangunan ini adalah tempat singgah gratis bagi 1.500 pengidap pasien kanker dari keluarga miskin yang menjalani usaha penyembuhan di Rumah Sakit Umum dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Supendi Wijaya, 44 tahun, yang akrab disapa Abah Lutung, dan istrinya, Dewi Nurjanah, 42 tahun, yang biasa dipanggil Ambu, mendirikan rumah singgah pada 2012. Rumah singgah tersebut didirikan sebagai bentuk keprihatinan terhadap pasien kanker dan keluarganya.
Bagi Supendi dan Dewi, usaha penyembuhan pasien kanker tak mudah, menyita banyak waktu, tenaga, emosi, dan biaya. Mereka mengalaminya ketika mengobati anak bungsunya yang terkena retinoblastoma atau kanker mata di RSHS. Tinggal di Garut, Supendi dan Dewi harus menyewa kamar di Jalan Cibarengkok, belakang RSHS Bandung. “Karena capek kalau harus bolak-balik ke rumah di Garut,” kata Supendi kepada Tempo, Rabu, 13 Juli 2016.
Setelah anak mereka meninggal pada 2012, pasangan itu berkomitmen membuat rumah singgah. Mereka ingin membantu keluarga pasien kanker yang tak mampu. “Rumah Cinta juga dibangun sebagai bentuk protes terhadap yayasan yang memproses pencairan dana secara rumit dan berbelit-belit untuk keluarga penderita kanker yang tidak mampu,” ujar Supendi.
Dia pernah merasakan getirnya mengantar keluarga pasien dari Bekasi, yang anaknya kejang. Mereka butuh uang segera untuk membeli obat yang digunakan untuk menangani penyebaran berbagai variasi infeksi bakteri. “Di yayasan diceramahi dulu, uangnya dijanjikan sepekan kemudian, anaknya keburu meninggal,” katanya sambil menahan sedih.
Karena itu, Rumah Cinta yang dikelola bertiga oleh Supendi dan anak sulungnya, dibantu penghuni rumah singgah sebagai relawan, menyiapkan waktu, tenaga, dan uang untuk berobat tanpa prosedur. “Jam berapa pun butuh obat, sewa ambulans untuk yang meninggal karena BPJS tidak menanggung itu, kami siapkan.” Pendanaan berasal dari uang pribadi Supendi yang bekerja di sebuah bank serta bantuan para donatur perseorangan.
Penghuni Rumah Cinta berasal dari berbagai daerah yang dirujuk untuk diperiksa di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, lalu menjalani penyembuhan di RSHS. Di antaranya berasal dari Lampung, Tasikmalaya, Garut, Cirebon, Subang, Majalengka, Riau, Banjarmasin.
Lama masa singgah di Rumah Cinta beragam, mulai sepekan bergantian dengan ruang rawat rumah sakit hingga beberapa hari tiap 5 bulan sekali untuk kemoterapi. Penghuni paling lama yang bolak-balik singgah di Rumah Cinta berkisar 3-4 tahun, berjumlah 27 keluarga dari 144 anak.
Sejak 2012, ada 1.449 anak pasien kanker dari keluarga miskin yang singgah. “Mayoritas 80 persen lelaki berusia 3-8 tahun. Sebanyak 21 orang berhasil sembuh total,” ucap Supendi.
ANWAR SISWADI