TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Dede Yusuf memutuskan menunda pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Kesehatan Tahun 2017, yang seharusnya dilakukan hari ini. Menurut dia, anggaran ini merupakan kepentingan Kementerian Kesehatan sedangkan persoalan vaksin palsu dinilai lebih penting untuk dibahas.
Dede mengatakan Komisi memiliki hak untuk menyetujui atau tidak rencana pembahasan anggaran Kementerian Kesehatan tahun depan. Namun sesuai kesepakatan DPR, prioritas lebih diberikan untuk membahas vaksin palsu. “Agar vaksin palsu ini dianggap serius oleh pemerintah,” katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu, 13 Juli 2016.
Para Legislator mencecar dengan berbagai pertanyaan dan tuntutan terhadap Kementerian Kesehatan sehubungan dengan kasus vaksin palsu dalam rapat kerja kedua lembaga ini. Anggota Komisi IX, Ribka Tjiptaning, mendesak Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek untuk menyebutkan fasilitas layanan kesehatan dan rumah sakit yang terindikasi mendistribusikan vaksin palsu. Dia meminta pemerintah mengungkap sindikat vaksin palsu di Indonesia. “Negara (harus) tanggung jawab.”
Anggota Komisi IX, Irgan Chairul Mahfiz, pun mempertanyakan kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait dengan pengujian sampel yang diduga vaksin palsu di seluruh wilayah Indonesia. Menurut dia, temuan empat vaksin palsu dari 39 jenis sampel pada 37 titik fasilitas layanan kesehatan di sembilan daerah tidak cukup mewakili.
Irgan menilai sanksi administrasi harus tegas diberikan kepada pengelola rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan yang terbukti melanggar. Bahkan operasional pemberian vaksin bisa dihentikan bagi rumah sakit swasta yang terbukti mendistribusikan vaksin palsu.
DPR meminta Kementerian Kesehatan menjelaskan secara rinci persoalan vaksin palsu besok, sebelum membahas masalah anggaran. Menteri Nila setuju dengan sejumlah masukan dari anggota Komisi. Ia tidak mempersoalkan penundaan pembahasan anggaran. “Untuk besok, kami sanggup. Tapi, kami tidak bisa bekerja sendiri,” kata Nila.
Nila mengatakan akan bekerja sama dengan satuan tugas yang terdiri atas BPOM, Badan Reserse Kriminal Kepolisian, dan Kementerian Kesehatan. Dia menyanggupi permintaan DPR dengan mengajak BPOM dan Bareskrim untuk menggelar rapat lanjutan esok hari.
Rencananya dalam rapat lanjutan besok, pemerintah akan mengungkapkan secara rinci persoalan vaksin palsu di depan para anggota Komisi IX DPR.
Nila mengaku belum mendapatkan izin dari Bareskrim untuk mengungkap nama-nama fasilitas layanan kesehatan dan rumah sakit, yang disinyalir mendistribusikan vaksin palsu. Namun dengan rapat lanjutan yang akan digelar besok, Bareskrim bisa menjelaskan lebih rinci.
DANANG FIRMANTO