TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Robert Rouw, mendesak Kementerian Kesehatan meminta maaf kepada masyarakat Indonesia sehubungan dengan beredarnya vaksin palsu sejak 2003. “Harus ada pernyataan bahwa pemerintah meminta maaf,” katanya di DPR, Rabu, 13 Juli 2016.
Robert menilai kasus vaksin palsu bukan persoalan sepele. Sebab, vaksin palsu telah ada sejak 2003 dan banyak anak-anak yang telah menerima vaksin itu. Permintaan maaf, kata dia, merupakan sikap terbaik pemerintah yang harus segera dilakukan. Setelah meminta maaf, pemerintah harus bisa mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat.
Pada 27 Juni 2016, Kementerian Kesehatan menyatakan peredaran vaksin palsu diduga tak lebih dari 1 persen dari wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Itu relatif kecil, baik dari sisi jumlah maupun sebaran wilayahnya.
Isi vaksin palsu diduga merupakan campuran antara cairan infus dan Gentacimin (obat antibiotik) dengan dosis 0,5 cc setiap kali imunisasi. Dari isi dan dosisnya, dampak vaksin palsu relatif tidak membahayakan.
Menurut Robert, pernyataan Kementerian Kesehatan bahwa vaksin palsu relatif tidak berbahaya merupakan pernyataan yang memerlukan klarifikasi. Pernyataan yang menyebutkan peredaran tak sampai 1 persen dari wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, belum bisa dipertanggungjawabkan.
Ia mendesak pemerintah bertanggung jawab penuh atas kasus itu. Dengan terungkapnya kasus vaksin palsu, ujar Robert, hal itu bisa menjadi momen perbaikan instansi kesehatan, baik Kementerian Kesehatan maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Robert menambahkan, momen terungkapnya vaksin palsu pun bisa menjadi perbaikan BPOM dalam mengusut peredaran obat palsu. BPOM mulai sekarang harus mengawasi secara rutin peredaran obat palsu di toko-toko ataupun rumah sakit.
DANANG FIRMANTO