TEMPO.CO, Samarinda - Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kota Samarinda, Kalimantan Timur, tidak akan menerbitkan surat perintah berlayar (SPB) bagi setiap kapal menuju Filipina. Sikap ini berkaitan dengan terbitnya telegram Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Nomor 134/VII/DN-16 yang intinya melarang kapal dan awak kapal Indonesia berlayar menuju Filipina.
"Perintahnya sudah tegas, kami tak akan keluarkan izin berlayar ke Filipina tanpa kecuali," kata Kepala KSOP Kota Samarinda Kolonel Laut (P) Yus K. Usmany, Selasa, 12 Juli 2016.
Telegram itu diterbitkan per 11 Juli 2016. Tak hanya kapal yang dilarang berlayar, dalam telegram itu juga melarang kapal berbendera asing mengangkut WNI menuju Filipina. "Jadi kapal asing harus menurunkan dulu awak kapal WNI baru boleh berlayar ke Filipina," katanya.
Terbitnya surat ini menyusul kembali terjadinya penyanderaan tiga WNI di perairan Malaysia. Diduga kelompok bersenjata Abu Sayyaf yang merompak kapal pencari ikan berbendera Malaysia itu. Dari tujuh awak kapal, hanya tiga yang disandera dan seluruhnya berpaspor Indonesia.
Sampai saat ini, tujuh WNI awak kapal TB Charles belum dibebaskan. Mereka disandera milisi Abu Sayyaf sejak 22 Juni 2016. Kapal tarik Charles dibajak di perairan Filipina saat berlayar menuju Indonesia. Beruntung enam awak kapal lain diperbolehkan pulang.
Kelompok Abu Sayyaf meminta uang tebusan senilai 20 juta ringgit Malaysia. Sekarang, sedang dalam upaya pembebasan.
"Saya harus menjalankan perintah atasan, artinya siapa pun yang minta izin berlayar ke Filipina tak akan kami izinkan," katanya.
IRMAN HIDAYAT