TEMPO.CO, Jakarta - Aparat Kepolisian Resor (Polres) Ngawi, Jawa Timur telah menetapkan DP, redaktur senior Jawa Pos Radar Lawu di Ngawi sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual dengan korban D, wartawati magang di koran harian tersebut.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal Polres Ngawi Aiptu Bambang Sutedjo mengatakan bahwa DP ditetapkan sebagai tersangka sejak 3 Juni 2016. Kemudian, pada 21 Juni berkas perkara untuk tahap pertama alias P-18 dikirim ke Kejaksaan Negeri Ngawi.
Selang sepekan kemudian, Bambang melanjutkan, pihak jaksa menyatakan berkas perkara tersebut belum lengkap. Karena itu, penyidik polisi kembali menyempurnakan berkas perkara. Salah satu upayanya dengan memeriksa kembali D sebagai saksi korban. "Tadi yang bersangkutan (D) kami periksa tambahan untuk memenuhi kekurangan yang diminta jaksa," kata Bambang kepada Tempo, Senin, 4 Juli 2016.
Ia tidak menjelaskan secara gamblang tentang ketidaklengkapan berkas yang dimaksud. Bambang beralasan bahwa hal tersebut merupakan ranah penyidikan dan tidak layak dipublikasikan.
Dia hanya menyebut jeratan pasal yang digunakan menangani kasus ini adalah Pasal 281 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan terhadap kesusilaan. "Sesuai dengan amanah gelar perkara," ujar Bambang.
Salah seorang anggota tim penasihat hukum D, Bernike Hangesti, menilai penerapan pasal yang digunakan polisi tidak tepat. Menurut dia, hukum yang pas dalam kasus ini adalah Pasal 294 ayat 2 KUHP. Pasal ini lebih spesifik lantaran adanya unsur atasan dan bawahan yang terlibat dalam kejahatan kesusilaan. "Kami akan terus berusaha agar pasal yang digunakan 294 dan kalau polisi memerlukan kami akan datangkan ahli hukum pidana," ujar dia ditemui saat mendampingi D di Polres Ngawi.
Ditanya tentang pemeriksaan tambahan oleh kepolisian terhadap D, Bernike menyatakan seputar dugaan pelecehan seksual yang terjadi di kantor Radar Lawu beberapa waktu lalu. "Pemenuhan fakta-fakta baru seperti D dicium pakai mulut (oleh DP). Kami juga memberikan bukti percakapan sms (pesan pendek) antara D dengan Pemimpin Redaksi Radar Madiun (kantor pusat Radar Lawu)," Bernike menjelaskan.
Kasus ini mencuat setelah D mengadu ke kantor AJI Kediri, kemudian diteruskan ke Polres Ngawi. Dalam laporannya, D menyatakan pelecehan seksual yang dialaminya terjadi dalam dua bulan (Januari - Februari 2016) di kantor harian Radar Lawu tanpa ada yang mencegah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, D sudah tidak lagi bekerja di Radar Madiun per 30 Juni 2016. Kontrak kerjanya bersama sejumlah pekerja magang di beberapa divisi tidak lagi diperpanjang. Sedangkan DP dinonaktifkan dan masih berstatus sebagai karyawan Radar Madiun.
NOFIKA DIAN NUGROHO