TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia masih mengandalkan Filipina untuk menangani penyanderaan yang dialami tujuh warga negara Indonesia. Sikap ini diambil meskipun Filipina telah mengizinkan TNI untuk terlibat dalam penyelamatan para sandera.
"Sekarang masih minta pemerintah Filipina untuk selesaikan sandera," kata Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 1 Juli 2016.
Menurut Kalla, meminta pemerintah Filipina menangani penyanderaan adalah langkah pertama dalam proses pembebasan sandera. Ini juga termasuk melibatkan Filipina bila disepakati adanya proses negosiasi. Namun, bila tidak ada jalan lain, langkah terakhir adalah mengerahkan kekuatan militer dengan persetujuan pemerintah Filipina.
Kalla menegaskan pemerintah Indonesia tidak ingin ada pembayaran tebusan untuk pembebasan sandera. "Kami tidak ingin ada negosiasi dalam bentuk lain," ujar Kalla.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sebelumnya mengatakan Filipina mengizinkan TNI terlibat dalam penyelamatan tujuh warga negara Indonesia yang disandera di perairan Filipina Selatan. "Mereka setuju, ada dasar hukumnya. Konkretnya minggu lalu di Filipina," tutur Ryamizard, Selasa, 28 Juni 2016.
Dia mengatakan kesepakatan itu didapat dari hasil pertemuan Kementerian Pertahanan dengan Menteri Pertahanan Filipina, baik dari pemerintah yang masih berjalan maupun dari pemerintah baru. "Mereka setuju kita masuk ke laut, kemudian soal bagaimana kita ke darat (akan dibahas)," ucap Ryamizard.
Penyanderaan ketiga yang dialami tujuh WNI terjadi pada anak buah kapal tarik Charles 001 milik PT Rusianto Bersaudara. Mereka disandera dalam dua waktu berbeda oleh dua kelompok berbeda, yaitu pada 21 Juni 2016. Para penyandera meminta uang tebusan 200 juta peso atau Rp 60-65 miliar.
AMIRULLAH | YOHANES PASKALIS