TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi PDI Perjuangan memberikan nota keberatan atas Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang akan disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 28 Juni 2016. Hal itu disampaikan anggota Komisi Keuangan dari Fraksi PDIP, Agung Rai Wirajaya.
Dalam rapat kerja dengan pemerintah, Senin malam, 27 Juni 2016, Agung mengatakan keberhasilan tax amnesty sangat bergantung pada ketentuan reformasi perpajakan. "Maka, perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dan undang-undang perpajakan lainnya," katanya di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
PDIP, menurut Agung, meminta kebijakan tax amnesty diberlakukan sekali. Denda tax amnesty pun diminta tidak dimasukkan ke APBN-P 2016. "Kami juga mendukung upaya pemerintah mengedepankan hukum berkeadilan dengan menjaga keseimbangan dan hak wajib pajak, khususnya denda pajak," ujarnya.
Agung berujar, PDI Perjuangan mengusulkan pemisahan kategori tarif tebusan terkait dengan harta yang direpatriasi wajib pajak, yang mengikuti tax amnesty. Menurut dia, harta yang direpatriasi wajib diinvestasikan di dalam negeri selama 3 tahun. "Harta dari luar negeri juga dikenakan tarif 10 persen dalam 3 bulan pertama dan 15 persen dalam 3 bulan berikutnya," katanya.
Malam ini, Komisi Keuangan DPR akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty untuk dibawa ke pembahasan di rapat paripurna besok. Dalam pandangan mini fraksi, sebagian besar di Komisi XI setuju RUU tersebut segera disahkan.
Selain PDIP, ada dua fraksi yang keberatan dengan RUU Tax Amnesty, yakni Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat. Keduanya berpendapat, seharusnya yang diampuni dalam RUU tersebut adalah sanksi administrasi serta sanksi pidananya, sedangkan pajak terutang tidak diampuni.
ANGELINA ANJAR SAWITRI