TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan lembaganya menyelidiki pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat, oleh Pemerintah DKI Jakarta. Agus mengakui penyelidik lembaganya telah meminta keterangan ke sejumlah orang terkait pembelian dengan nilai total Rp 648 miliar itu.
"Karena sekarang sudah diketahui, KPK tidak perlu lagi tertutup. Kami melakukan penyelidikan secara terbuka," kata Agus di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Senin, 27 Juni 2016.
Namun Agus mengaku belum dapat menyimpulkan apakah ada tindak pidana dalam pembelian tersebut. "Kami baru akan melakukan follow up kepada tim," katanya.
Pemerintah DKI Jakarta membeli tanah milik mereka sendiri sebesar Rp 648 miliar pada 13 November tahun lalu. Tanah seluas 4,6 hektare tersebut berada di Jalan Lingkar Luar Cengkareng, Jakarta Barat.
Harga beli itu merupakan kesepakatan Dinas Perumahan dan Gedung dengan penjualnya sebesar Rp 14,1 juta per meter persegi. Padahal nilai jual obyek pajak wilayah itu Rp 6,2 juta. Tanah itu sebetulnya milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan.
Tanah itu ternyata dimiliki pemerintah sejak 1967. Pemerintah tak segera membuat sertifikat hingga pengusaha D.L. Sitorus, pemilik PT Sabar Ganda, mengklaim lahan itu pada 2007. Sitorus dan pemerintah saling menggugat di pengadilan hingga Mahkamah Agung memenangkan pemerintah DKI pada 2010.
Empat tahun kemudian, muncul Toeti Noezlar Soekarno, warga Jalan Dedes, Kota Bandung, yang mengabarkan memiliki sertifikat atas lahan itu. Ia lalu menawarkannya kepada pemerintah dengan harga pasar Rp 17,5 juta pada Juli tahun lalu. Dinas Perumahan dan Rudi Hartono Iskandar, sebagai kuasa Toeti, bersepakat di harga Rp 14,1 juta. Kepada Tempo, Toeti membenarkan telah memiliki tanah itu sejak 1967.
DKI membeli tanah itu untuk pembangunan rumah susun. Adapun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyebut telah melaporkan dugaan korupsi pembelian lahan tersebut kepada KPK dan polisi. Ia curiga pembelian tersebut terjadi karena ada pemalsuan dokumen.
MUHAMAD RIZKI | ERWAN HERMAWAN