TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan kembali tersanderanya warga negara Indonesia di perairan sekitar Filipina karena dua hal: uang dan salah jalur.
"Jadi gini (soal uang), pemerintah Indonesia kan tidak menghendaki yang namanya tebusan, tapi mereka motivasinya itu. Ya siapa tahu, kan, dengan berusaha (menyandera), kemudian ada tebusan," ujar Gatot ketika dicegat awak media di kompleks Kantor Wakil Presiden, Jumat, 24 Juni 2016.
Hari ini dipastikan telah terjadi penyanderaan terhadap tujuh anak buah kapal milik PT Rusianto Bersaudara di Laut Sulu, Filipina selatan. Penyanderaan itu terjadi sejak 20 Juni lalu, saat dua kapal milik PT Rusianto bertugas membawa batu bara ke Filipina dari Samarinda. Apabila tidak ada penyanderaan, seharusnya anak buah kapal itu sudah tiba di Samarinda akhir pekan ini.
Hingga berita ini ditulis, diyakini pelaku penyanderaan tersebut adalah jaringan teroris Abu Sayyaf. Jaringan Abu Sayyaf adalah pihak di belakang dua penyanderaan WNI sebelumnya yang terjadi pada Maret dan April lalu.
Jaringan teroris Abu Sayyaf meminta tebusan sebesar 20 juta ringgit kepada PT Rusianto Bersaudara. Adapun permintaan tebusan itu disampaikan lewat istri salah satu anak buah kapal. Hingga saat ini, belum diketahui apakah tebusan itu akan dibayar atau tidak.
Menurut Gatot, masalah duit menjadi alasan utama WNI disandera lagi. Ia mengaku belum menemukan ada motivasi politik di balik tujuan meminta uang itu.
Adapun penyebab kedua adalah salah jalur. Gatot mengatakan kapal PT Rusianto seharusnya tidak berlayar ke Filipina lewat Laut Sulu. Sebab, sudah ada moratorium dari Kementerian Perhubungan agar kapal tidak menggunakan lagi jalur yang dianggap berbahaya itu.
"Ini menjadi pertanyaan, kenapa kapal itu bisa dapat izin berlayar ke sana," ujar Gatot terheran-heran. Gatot mengaku akan segera menindaklanjuti hal ini.
ISTMAN M.P.