TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri masih mencari informasi pasti, terkait dengan beredarnya kabar penyanderaan tujuh warga negara Indonesia di perairan Filipina oleh kelompok radikal Abu Sayyaf. Dari pesan tertulis yang menyebar secara berantai, disebutkan bahwa informasi itu datang dari istri salah seorang mualim (perwira kapal) yang disandera.
“Kami belum bisa mengonfirmasi. Terlebih berita tersebut tak mencantumkan nama kapal, nama perusahaan, atau nomor kontak,” ujar Direktur Jenderal Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Muhammad Iqbal saat dikonfirmasi, Rabu, 22 Juni 2016.
Menurut Iqbal, salah satu media sempat memberitakan penyanderaan tersebut terjadi pada kapal milik sebuah perusahaan pelayaran di Samarinda, Kalimantan Timur. Iqbal mengatakan perusahaan yang dimaksud, kemungkinan adalah PT Rusianto Bersaudara.
“Sudah kami cek, dan pihak PT juga tak bisa menkonfirmasi,” ujar Iqbal. Dia pun memastikan bahwa Kementerian sedang terus mencari klarifikasi dan kejelasan mengenai kabar tersebut.
Dalam pesan berantai itu, Mega, yang disebut sebagai istri salah satu mualim kapal bernama Idris, menerima telepon langsung dari suaminya. Dari telepon tersebut, suami Mega mengaku ditangkap Abu Sayyaf, bersama anak buah kapal lainnya.
“Di atas kapal ada 13 orang. Ada 7 orang dibawa dengan dua perahu, sementara yang 6 kru lain belum diketahui keberadaannya,” ujar Mega, seperti dikutip dari pesan tersebut.
Dikatakan juga bahwa istri dari Rudi, juru kemudi kapal, sempat berkomunikasi dengan penyandera. Menurut dia, para penyandera meminta tebusan hingga 20 juta ringgit.
YOHANES PASKALIS