TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch, Febri Hendri, mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak perlu mengembalikan kerugian negara Rp 191,3 miliar, seperti yang disebutkan Badan Pemeriksa Keuangan dalam audit pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
"Ini jadi situasi yang dilematis. BPK telanjur menyatakan ada kerugian negara, meski akibat ketidakcermatan. Menurut kami, Pemprov DKI tidak perlu mengembalikan kerugian negara sepanjang perhitungan kerugian tidak cermat," kata Febri saat dihubungi, Rabu, 22 Juni 2016.
Menurut Febri, audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014, yang memuat pembelian lahan RS Sumber Waras, tidak mengacu pada aturan perhitungan nilai jual obyek pajak dan zona nilai tanah. "Perlu dipertimbangkan kembali pengembalian kerugian negara tersebut," ujarnya.
Febri menilai, proses pengembalian kerugian negara itu rumit. Menurut dia, Yayasan Kesehatan Sumber Waras, pemilik awal lahan, akan menolak bila mereka diwajibkan mengembalikan dana senilai kerugian negara yang ditaksir BPK.
Namun, bila Pemprov DKI menjual kembali lahan seluas 3,6 hektare itu, harga NJOP meningkat jauh lebih tinggi daripada tahun transaksi pada 2014. "Kalau Pemprov DKI jual lahan dengan harga tahun 2014, akan muncul pertanyaan, kok tanah Pemprov dijual murah? Bisa masuk pidana korupsi," ujar Febri.
Pada 20 Juni lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi bertandang ke kantor Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam pertemuan itu, BPK tetap berpegang teguh telah terjadi penyimpangan pembelian lahan RS Sumber Waras. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun diwajibkan mengembalikan kerugian negara Rp 191,3 miliar.
ANGELINA ANJAR SAWITRI