TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Pers menyebut pencurian konten digital majalah Tempo sebagai pelanggaran hukum. Menurut mereka, tindakan tersebut mencoreng kebebasan pers di Indonesia.
Direktur Eksekutif LBH Pers Nawawi Bahrudin prihatin atas adanya peristiwa tersebut. "Apa pun motifnya, hal itu merupakan perbuatan melanggar hukum," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo di Jakarta, Selasa, 21 Juni 2016.
Jika ada beberapa pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan Tempo, ujar Nawawi, seharusnya mereka menyelesaikannya lewat jalur sengketa pers. "Mengadu ke Dewan Pers atau memberi hak jawab atau hak koreksi sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999," ujarnya.
LBH Pers, kata Nawawi, mengimbau masyarakat Indonesia mengikuti aturan yang sudah tercantum dalam UU Pers dalam beraksi jika merasa dirugikan dari pemberitaan Tempo. Terhadap media massa, LBH Pers mengimbau tetap menjunjung tinggi profesionalisme dengan menerapkan ketentuan kode etik yang sudah ditetapkan.
"Mengingat saat ini adalah momentum pilkada, sehingga independensi media sangat diharapkan masyarakat," Nawawi menambahkan.
Pencurian konten digital majalah Tempo diketahui setelah beredar pesan berantai atau e-mail di masyarakat yang menyatakan redaksi Tempo memberikan akses untuk mengunduh gratis majalah tersebut edisi 20-26 Juni 2016 pada Sabtu, 18 Juni 2016. Padahal, secara resmi, majalah Tempo baru akan terbit pada Senin, 20 Juni 2016.
"Redaksi kami memutuskan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendownload majalah Tempo edisi 20-26 Juni 2016 secara gratis," demikian bunyi pesan berantai yang tersebar dengan tautan Google Drive yang bisa diunduh.
Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli membantah adanya keputusan redaksi seperti itu dan tidak pernah menyebarkan file digital Tempo secara gratis.
INGE KLARA SAFITRI