TEMPO.CO, Yogyakarta - Menurut pakar banjir dari Universitas Gadjah Mada, Dr Ir Agus Mulyono, banjir yang melanda sebagian wilayah Jawa Tengah pasca-hujan lebat, Sabtu pekan lalu, akibat semakin sempitnya lahan terbuka untuk resapan air.
"Pembangunan di wilayah kita selama ini, kan, terus mengurangi luas lahan terbuka. Banyak telaga, embung alami, kolam-kolam pedesaan, diuruk (ditutup tanah) semua," kata Agus pada Senin, 20 Juni 2016.
Dosen di Fakultas Pascasarjana Magister Teknologi Pembangunan UGM itu mengatakan sempitnya lahan terbuka untuk resapan air tersebut menyebabkan air hujan langsung dilimpahkan ke saluran-saluran dan sungai. "Sedangkan hampir semua sungai mengalami pendangkalan dan sudah lama belum ditangani. Bukan sungai saja, tapi juga danau, telaga, dan embung," kata Agus, yang tahun lalu meraih penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Pelopor Restorasi Sungai.
Dalam kondisi normal, Agus berujar, curah hujan di daerah Jawa Tengah bagian selatan, seperti Purworejo, Yogyakarta, Klaten, dan Solo, mencapai 25-50 milimeter per hari. Adapun pada Sabtu pekan lalu, curah hujannya mencapai 75-125 milimeter per hari.
Meski belum tergolong hujan ekstrem karena masih di bawah 125 milimeter per hari, hujan lebat pada Sabtu itu menimbulkan dampak parah di sejumlah daerah lantaran durasinya yang cukup lama. "Kejadian ini berlangsung pada akhir musim hujan, di mana tanah masih jenuh air, daya serapnya rendah," ujar Agus, yang selama ini turut aktif dalam Sekolah Sungai Klaten—gerakan restorasi Sungai di Klaten.
Agus menambahkan, pemerintah semestinya memetik pelajaran dari pengalaman banjir yang terus terulang setiap kali hujan lebat melanda dalam durasi hingga berjam-jam. "Restorasi sungai itu wajib hukumnya dilaksanakan pada tahun ini juga di Solo Raya dan sekitarnya," tuturnya.
Menurut Agus, restorasi sungai menawarkan lima konsep untuk meningkatkan eksistensi dan mengembalikan esensi sungai melalui restorasi hidrologi, restorasi ekologi, restorasi morfologi, restorasi sosial ekonomi, serta restorasi kelembagaan dan peraturan. "Tujuan besarnya mengembalikan sungai kepada entitasnya, yaitu air dan sedimen bersih, sehat, produktif, lestari, dan bermanfaat untuk semua makhluk hidup," katanya.
DINDA LEO LISTY