TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau menyatakan pemerintah tak perlu merisaukan langkah mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control akan merugikan petani. Menurut Fauzi Ahmad Noor, peneliti dari Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC), persoalan yang dihadapi petani bukan karena tindakan mengaksesi FCTC yang sudah disahkan PBB pada 2003 lalu.
“Permasalahan petani adalah kebijakan impor tembakau, tata niaga yang timpang dan cuaca yang tidak menentu,” kata Fauzi seperti siaran pers yang diterima Tempo pada Rabu, 15 Juni 2016.
Pada Selasa, 14 Juni 2016, Presiden Jokowi menggelar Rapat Kabinet Terbatas (Ratas) membahas rencana aksesi FCTC yang dihadiri oleh seluruh menteri koordinator dan beberapa kementerian terkait. Ratas ini merupakan forum resmi pertama yang diadakan secara terbuka untuk membahas isu pengendalian tembakau.
BACA:Presiden Minta Impor Tembakau Dikurangi
BACA:Stop Merokok, Setahun Indonesia Hemat Rp 217 Triliun
Forum ini digelar untuk memperjelas sikap pemerintah terkait aksesi FCTC. Dalam Ratas tersebut, Presiden Jokowi meminta agar dikaji rencana aksesi FCTC dengan mempertimbangkan kepentingan nasional yaitu perlindungan kesehatan terutama anak-anak serta dampaknya terhadap petani dan tenaga kerja di sektor tembakau.
Fauzi menjelaskan, pada 2013, sebanyak 49,7 persen tembakau yang diproduksi Indonesia itu impor. Problem terbesar adalah tata niaga yang panjang sehingga membuat petani tidak berdaya bersaing dalam pasar niaga tembakau. Cuaca yang tidak menentu makin membuat petani terpuruk. “Tembakau adalah tanaman semusim, sekali kena hujan petani bisa terancam gagal panen,” ujarnya.
Menurut Fauzi, kebanyakan petani saat ini sudah sangat menderita dengan rantai pemasaran yang ada. Hanya sebagian kecil yang masih menikmati keuntungan dari bercocok tanam tembakau. Bagi petani yang masih ingin bertahan menanam tembakau, pemerintah bisa meregulasi tata niaga perdagangan tanaman itu misalnya dengan penentuan standar kualitas daun dan transparansi kebutuhan impor daun tembakau yang lebih fair dan terbuka serta kemudahan mengakses data.
“Sementara bagi sebagian petani di beberapa daerah, proses diversifikasi dan bantuan untuk mengembangkan komoditas lain bisa menjadi pertimbangan. Seperti yang dilakukan di Brasil, Malawi, Malaysia hingga Turki,” tuturnya.
BACA:Jokowi Diminta Aksesi FCTC Demi Lindungi HAM
Julius Ibrani, Koordinator Bantuan Hukum YLBHI, menjelaskan bahwa, ”Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) yang berlaku mulai 2016 - 2030. Sebuah analisis oleh von Eichborn dan Tanzmann (2015) menunjukkan bahwa setidaknya 11 dari 17 Tujuan yang terkait dengan 68 dari 169 Target SDGs akan sangat sulit atau bahkan mustahil dicapai bila rokok dibiarkan terus meningkat konsumsinya.
“Presiden sepatutnya konsisten dengan Nawa Cita, RPJMN dan komitmen pencapaian SDGs-nya, dengan mengendalikan produksi dan konsumsi rokok dengan ketat,”kata Julius. Ia menegaskan, implementasi SDGs, salah satunya dengan mengaksesi FCTC.
ISTIQOMATUL HAYATI