TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku prihatin dengan insiden penertiban warung nasi milik Saeni di Serang, Banten berlebihan. Menurut Tjahjo, penertiban sebagai bentuk implementasi dari Perda No. 20 Tahun 2010 tentang Penyakit Masyarakat itu berlebihan.
"Enggak ada Perda dengan istilah harus dirampas makanannya. Itu overacting," ujar Tjahjo di Istana Merdeka, Senin, 13 Juni 2016.
Razia satpol PP Serang terhadap warung milik Saeni pada pekan lalu karena buka saat jam puasa menjadi sorotan saat ini. Sebab, razia dianggap tidak menjunjung tinggi nilai toleransi antar umat beragama meski sudah mengacu pada Perda yang berlaku.
Menurut Tjahjo, kejadian itu tak serta merta membuat Perda Penyakit Masyarakat dicabut. Namun Tjahjo akan mengkaji Perda mengapa bisa salah dalam implementasinya.
Sepengetahuan Tjahjo, perda seharusnya hanya menghimbau warung yang buka saat jam puasa bukan sampai menyita makanan yang didagangkan. Di sisi lain, juga hanya boleh membatasi, bukan melarang, dengan membiarkan warung tetap buka namun dengan penutup tirai agar makanan tak terlihat.
"Untuk sekarang, Perdanya belum dibatalkan," ujar Tjahjo lebih lanjut usai menemani Presiden Joko Widodo mengumumkan pembatalan 3143 Perda.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono juga mengakui bahwa penerapan Perda itu kelewatan. Ia pun berkata bahwa Perda Penyakit Masyarakat mungkin akan masuk dalam pembatalan berikutnya, meski ia mengakui bahwa ada pasal-pasal yang positif pada Perda berikut.
"Di Perda itu (yang di Serang), sebenarnya ada pasal yang bagus juga seperti larangan berbuat maksiat. Namun, untuk larangan lainnya, perlu dilunakkan. Ya masa musafir, ibu hamil gak boleh makan," ujarnya mengakhiri.
ISTMAN MP